logo
×

Minggu, 05 Januari 2020

Uji Ketegasan, Gurubesar UI Tantang Prabowo Cs Gelar Rapat Di Atas Laut Natuna Utara

Uji Ketegasan, Gurubesar UI Tantang Prabowo Cs Gelar Rapat Di Atas Laut Natuna Utara

DEMOKRASI.CO.ID - Persoalan Natuna Utara yang dalam beberapa waktu terakhir terus membayangi Indonesia dapat dijadikan indikator untuk menguji komitmen maupun soliditas dari Presiden Joko Widodo dan Kabinet Indonesia Maju-nya (KIM).

Persoalan Natuna Utara bukan persoalan yang dapat diselesaikan oleh satu institusi semata dan perlu dipahami bahwa klaim China di Natuna Utara tidak akan pernah pupus sampai akhir zaman.

Demikian yang diungkapkan oleh Gurubesar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana kepada Kantor Berita Politik RMOL pada Sabtu (4/1).

Menurutnya, pelanggaran atas ZEE Indonesia di Natuna Utara oleh Coast Guard China bisa ditujukan untuk menguji muka baru di kabinet dan menguji soliditas di dalamnya.

"Hal yang sama pernah dilakukan oleh China saat Presiden Jokowi baru beberapa tahun menjabat. Ketika itu, presiden tegas tidak mengakui sembilan garis putus, bahkan menggelar rapat di KRI di perairan Natuna Utara," jelasnya.

Dengan momentum yang saat ini terjadi, Hikmahanto mengungkapkan seharusnya dapat dimanfaatkan oleh wajah-wajah baru KIM untuk tetap berkomitmen dengan sikap presiden dan kebijakan luar negeri Indonesia terkait Natuna Utara.

Wajah-wajah baru yang dimaksud sendiri adalah Menko Polhukam Mahfud MD, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, hingga Kepala Bakamla Laksdya TNI Achmad Taufiqoerrochman.

Untuk menunjukkan komitmen Jokowi dan para menterinya terkait persoalan ini, maka menurut Hikmahanto ada baiknya untuk kembali menggelar rapat di KRI yang sedang berlayar di perairan tersebut.

"Bila bentuk ketegasan seperti ini dilakukan, maka pelanggaran oleh Coast Guard China akan menurun. Namun ini tidak berarti klaim China atas Natuna Utara akan pudar," lanjutnya.

Tidak akan pudar karena klaim China atas nine dashed-lines dan traditional fishing right akan terus ada mengikuti kehadiran fisik China di sana.

Lebih lanjut, Hikmahanto menjelaskan, ketegasan tersebut tidak perlu dikhawatirkan dapat merusak hubungan persahabatan kedua negara dan iklim investasi China di Indonesia.

Jika berkaca pada negara lain, banyak pengalaman negara lain yang memiliki sengketa wilayah namun tidak berpengaruh pada hubungan persahabatan dan investasi. (Rmol)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: