DEMOKRASI.CO.ID - Sikap kritis Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj, terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo dinilai sudah tepat, meski sedikit terlambat.
"Lebih baik terlambat daripada enggak sama sekali, kira-kira begitulah ungkapannya untuk statement KH Said Aqil," ucap Sekretaris Jenderal Pro Demokrasi (ProDem), Satyo Purwanto kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (4/1).
Kritikan Said Aqil memang terkait dengan janji saat Pilpres soal fasilitas kredit untuk PBNU. Menurut Satyo, hal itu sudah pasti ditolak oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang dinilai sebagai sosok yang antiekonomi Pancasila dan kerakyatan.
"Karena fasilitas kredit tersebut sama saja akan memperkaya rakyat miskin, pelaku usaha kecil dan rumahan serta Koperasi," kata Satyo.
Bahkan, Satyo menyebut Sri Mulyani menganut ideologi neoliberalisme yang tidak akan memberikan uang secara cuma-cuma kepada Ormas Islam terbesar di Indonesia tersebut.
"Secara ideologi Sri Mulyani itu diharamkan, karena SMI menganutideologi neoliberalisme SMI," pungkas Satyo. [rmol]