DEMOKRASI.CO.ID - Keberadaan sejumlah kapal nelayan dan penjaga pantai milik China yang memasuki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) perairan Natuna secara ilegal menjadikan tensi hubungan Indonesia dengan negara tirai bambu tersebut menjadi tegang.
Muncul pernyataan dari Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang menyatakan bahwa keributan justru akan mempengaruhi hubungan dagang kedua negara tersebut.
Pengamat Pertahanan dan Militer Connie Rahakundini Bakrie tidak sejalan dengan pernyataan Luhut.
Mulanya Connie meminta pemerintah belajar melihat kasus sengketa laut China Timur yang terjadi antara China, Jepang, dan Korea Selatan.
Mirip seperti apa yang dialami oleh keadaan Indonesia saat ini, Connie melihat ada kemiripan pola China yang berusaha mengamankan kepentingannya di ZEE perairan Natuna di acara 'KOMPAS PETANG' Kompastv, Sabtu (4/1/2020), ..
"Kita bagaimana sekarang belajar dari kasus laut China Timur, dan bagaimana Indonesia ini sekarang bersikap tegas tentang kebijakan maritim dia," tegas Connie.
Connie kemudian menjelaskan pertahanan berasal dari dua faktor.
Faktor pertahanan dan non pertahanan.
Ia kemudian menyinggung bahwa faktor non pertahanan berupa investasi, bukan berarti Indonesia harus bersikap lemah untuk mempertahan hubungan investasi tersebut.
Connie juga tampak menyinggung sikap Luhut dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang ingin menyelesaikan konflik di Natuna secara baik-baik dengan alasan tidak ingin mengganggu iklim investasi di Indonesia.
"Baik dari faktor non defense dan faktor defense, kalau non defense menurut saya enggak boleh didikotomikan antara investasi lalu bersikap lemah lembut, itu hal yang berbeda," jelasnya.
Connie justru berpendapat, perlawanan lewat cara lembut, dapat memanfaatkan tenaga-tenaga ahli mulai dari sejarawan hingga antropolog, untuk membuktikan zona laut Indonesia berdasarkan pembuktian sejarah.
"Menurut saya yang soft power-nya (kekuatan lembut) adalah mungkin sudah saatnya sejarawan, budayawan, antropolog itu turun tangan," terangnya.
"Nine dash line itu 2 juta km, dipermasalahkan tentang historical claim," tambahnya.
Connie meyakini kerajaan Indonesia di zaman dulu memiliki wilayah yang luas apabila dilihat dari segi historis.
"Sekarang kalau kita tarik sejarah, Indonesia punya kerajaan hebat-hebat, Sriwijaya, Majapahit, Jepara," paparnya.
"Itu saya yakin Indrapura dari Aceh pasti punya nine dash line atau klaim historikal juga," lanjut Connie.
Kalau Bandel Pentung Kepalanya
Selanjutnya Connie mengulas sekilas soal target-target yang menjadi tujuan dari militer China.
Satu di antaranya adalah memobilisasi pasukan hingga ke laut kutub selatan.
"Di satu sisi tentang defense-nya (pertahanannya), sudah sangat pasti China itu enggak bohong, dia akan bilang dengan pasti 2030 saya selesai membangun Green Water Navy," kata Connie.
"Green Water Navy China pasti masuk ke perairan kita, karena menuju laut kutub selatan."
"Kemudian di 2050 dia akan selesai dengan Blue Water Navy," imbuhnya.
Connie tak membantah memang diperlukan diplomasi secara damai.
Namun di sisi lain Connie mengatakan cara keras perlu ditempuh agar kedaulatan Indonesia dapat terjaga.
"Diplomasi damai itu satu hal betul, tapi dimana-mana itu carrot and stick (wortel dan tongkat), jadi carrot and stick harus sama-sama muncul," ungkapnya.
"Kalau dia bandel dipentung juga kepalanya."
Keberadaan Indonesia menurut Connie harus diperkuat dengan peningkatan kemampuan militer agar disegani oleh negara-negara lain.
"Itu kenapa divisi pertahanan kita mesti sangat kuat, militer kita harus mumpuni." lanjut Connie.
Lihat videonya di bawah ini mulai menit ke-3.00: