DEMOKRASI.CO.ID - Kementerian Agama (Kemenag) kembali membuat kebijakan baru. Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) diminta agar membatasi penerimaan mahasiswa jurusan Tarbiyah atau Pendidikan Agama Islam (PAI).
Alasannya, masih ada sebanyak 380.000 guru madrasah yang belum tersertifikasi. Agar tidak menumpuk, sarjana PAI harus dikurangi dulu.
Direktor Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) menuturkan, tantangan fundamental pendidikan Indonesia di antaranya terkait pendekatan kompetensi, kualifikasi dan manajemen guru. Terutama yang dihadapi guru madrasah.
“Kita tahu bersama, masih ada 380.000-an guru yang belum tersertifikasi dan 70.000 guru belum berkualifikasi S1,” kata Kamaruddin dalam talkshow ‘Kompetensi dan Profesionalitas Guru Madrasah’ bersama Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah Kemenag di bilangan Sawah Besar, Jakarta Pusat, Selasa (10/12).
Karena itu, dia meminta kepada Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), Prof Suyitno untuk melakukan identifikasi secara akurat, tepat dan kredibel terkait kebutuhan guru nasional. Dia menyebutkan ini tantangan besar di Direktorat GTK Madrasah Kemenag.
“Kalau kita melihat dari 380.000 guru belum tersertifikasi, sementara anggaran kita baru sekitar 8.000-an. Jadi, kita butuh 20 tahun lebih untuk bisa mensertifikasi guru kalau mau berjalan normal tanpa ada terobosan,” ujarnya.
Dia mengatakan, di antara terobosan yang diambil adalah meminta seluruh rektor untuk mengurangi penerimaan mahasiwa Fakultas Tarbiyah. “Jadi, cukup satu kelas saja paling banyak dua kelas,” katanya.
Saat ini, lanjut dia, Kemenag sedang melakukan kajian moratorium angka minimal penerimaan mahasiswa Tarbiyah. Dalam waktu dekat, Kemenag juga akan mengeluarkan surat edaran kepada para rektor untuk seminimal mungkin menerima mahasiswa Tarbiyah.
Scrol untuk lanjutkan membaca
“Kami juga akan memberikan amanah untuk melakukan PPG (pendidikan profesi guru) untuk sertifikasi guru kita yang jumlahnya 380.000. Karena kalau mereka tidak disertifikasi, mereka sampai pensiun atau meninggal tidak pernah menikmati sertifikasi,” tuturnya.
Kemenag berdalih ingin memberikan afirmasi kepada mereka agar dapat disertifikasi. Namun tetap rujukannya kepada survei dan riset Direktorat GTK untuk menjawab kebutuhan nasional.
“Kita juga akan melakukan program mandiri supaya mereka bisa tersertifikasi. Mudah-mudahan tidak sampai 10 tahun persoalan ini sudah selesai,” ujarnya.
Dia mengatakan, program PPG harus betul-betul mentransformasi kualitas guru secara fundamental. Di antara hal yang harus di tingkatkan yaitu, penguatan moderasi beragama di samping muatan kompetensi lain.
“Mereka menjadi agen Kemenag untuk mengarusutamakan moderasi beragama di wilayahnya,” ujarnya.
Selain itu, pada abad 21, para guru harus diberikan bekal tentang literasi digital. Menurut dia, proses pembelajaran di masa depan terkait kehadiran medium digital adalah sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan dan menjadi kenyataan.
“PPG harus menjadi instrumen terhadap perbaikan kualitas guru kita secara nasional,” katanya. [iin