DEMOKRASI.CO.ID - Tensi Iran dan Amerika Serikat ( AS) kembali memanas buntut serangan rudal balistik di pangkalan Irak.
Serangan itu diklaim oleh Garda Revolusi, dan merupakan pembalasan atas kematian jenderal top mereka, Qasem Soleimani.
Baik Iran maupun AS menyatakan, terdapat "puluhan rudal balistik" yang menghantam pangkalan Ain al-Assad dan Irbil di Irak.
Dilansir dari situs Missile Threat, Center for Strategic & International Studies, berikut sejumlah rudal balistik yang dipunyai Iran serta Amerika Serikat :
Iran
1. Shahab-1
Jenis: Rudal Balistik Jarak Dekat
Jangkauan: 285-330 Km
Status: Operasional
2. Zolfaghar
Jenis: Rudal Balistik Jarak Dekat
Jangkauan: 700 Km
Status: Operasional
3. Qiam-1
Jenis: Rudal Balistik Jarak Dekat
Jangkauan: 700-800 Km
Status: Operasional
4. Shahab-3
Jenis: Rudal Balistik Jarak Menengah
Jangkauan: 1.300 Km
Status: Operasional
5. Sejjil
Jenis: Rudal Balistik Jarak Menengah
Jangkauan: 2.000 Km
Status: Operasional
Amerika Serikat (AS)
1. ATACMS
Status: Rudal Balistik Jarak Dekat
Jangkauan: 165-300 Km
Status: Operasional
2. Minuteman III
Status: Rudal Balistik Antar-Benua
Jangkauan: 13.000 Km
Status: Operasional
3. Trident D-5
Status: Rudal Balistik Antar-Benua dari Kapal Selam (SLBM)
Jangkauan: 12.000 Km
Status: Operasional
Iran luncurkan rudal
Diberitakan sebelumnya, Iran meluncurkan rudal jelajah ke pangkalan militer AS di Ain Al Asad Provinsi Anbar Irak .
Serangan dilakukan langsung pasukan artileri Korps Garda Republik Iran.
Rekaman video yang dikutip Sputniknews pagi ini menunjukkan puluhan rudal membelah kegelapan malam.
Serangan militer ini menjadi awal aksi balasan Iran atas pembunuhan Kepala Pasukan Quds Mayjen Qassem Soleimani, yang dilakukan militer AS awao tahun ini.
Presiden Trump saat ini dikabarkan sedang menerima briefing atas perkembangan situasi di Irak.
Belum ada pihak resmi AS yang memberikan komentar terkait serangan Iran di Irak ini.
Kantor berita FARS News pagi ini juga merilis di akun Twitternya rekaman video saat rudal diluncurkan pasukan Garda Republik Iran.
Informasi awal menyebutkan, pangkalan militer AS di Ain Al Asad Provinsi Anbar, Irak dihujani puluhan roket, Rabu (8/1/2020) dini hari waktu setempat.
Kabar awal ini diwartakan akun stasiun televisi Iran, PressTV, Rabu pagi ini WIB.
Belum ada keterangan resmi militer Irak.
Di lapangan terbang ini, ditempatkan sejumlah pesawat nirawak MQ-1 Reaper, yang diduga turut dikerahkan saat pembunuhan Mayjen Qassem Soleimani.
Serangan roket diduga dilakukan Brigade 45 Khataib Hezbollah Irak, bagian kelompok Popular Mobilization Unit (PMU) yang diakui militer Irak.
Namun versi lain menyebut, serangan terkoordinasi ini dilakukan elemen-elemen Korps Garda Republik Iran (IGRC).
Perkembangan lebih lanjut terkait serangan roket ke pasukan AS di Irak masih menunggu laporan-laporan lebih detil dari lapangan.
Qassem Soleimani, Kepala Pasukan Quds Garda Republik Iran tewas akibat serangan rudal di Bandara Baghdad, Kamis (2/1/2020).
Pembunuhan dilakukan militer AS atas perintah Presiden Donald Trump.
Kematian Qassem menyulut kemarahan Iran dan Irak.
Iran bertekad membalas serangan ini menggunakan segala cara.
Parlemen dan pemerintah Irak memutuskan mengusir pasukan AS dan sekutunya dari negara itu.
Jerman lebih awal menarik kontingen mereka di Irak.
Prajurit Jerman yang bertugas sebagai instruktur ditarik ke Yordania dan Kuwait.
Swedia, Denmark, dan Latvia juga melakukan hal sama mengingat perkembangan situasi yang tidak kondusif di Irak.
Sebaliknya, Pentagon mengirimkan 3.000 prajurit Lintas Udara 82 dari Fort Bragg, North Carolina menuju Kuwait.
Sebagian dikirim ke Lebanon, guna melindungi Kedubes AS di negara yang sebagian dikuasai kelompok Hezbollah Lebanon.
Menyusul reaksi kemarahan Iran, Presiden Trump mengekuarkan serangkaian ancaman serangan lebih kuat ke 52 sasaran penting di Iran, termasuk situs warisan budaya dunia.
Menlu Mike Pompeo dalam pernyataan terbarunya menegaskan, keputusan AS melenyapkan Qassem Soleimani memiliki dasar kuat.
Meski begitu, kalangan Kongres AS menyatakan, Trump tidak melalui proses konstitusional, meminta persetujuan Kongres atas keputusan eksekutifnya membunuh Qassem.