DEMOKRASI.CO.ID - Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia protes keras terhadap pelanggaran kedaulatan yang dilakukan oleh China di Natuna.
Namun sikap sebaliknya ditunjukkan oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
Luhut menyebut pelanggaran Cina di Natuna tak perlu dibesar-besarkan.
“Sebenarnya enggak usah dibesar-besarinlah kalau soal kehadiran kapal (Coast Guard China) itu,” kata Luhut, di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (3/1).
Masuknya kapal-kapal asing dari China karena kurangnya kemampuan Indonesia mengawasi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
“Sebenarnya kan kita juga kekurangan kemampuan kapal untuk melakukan patroli di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) kita itu,” katanya.
“Sekarang memang Coast Guard kita itu, Bakamla, sedang diproses supaya betul-betul menjadi Coast Guard yang besar sekaligus dengan peralatannya,” jelas Luhut.
Luhut meminta semua pihak untuk tidak meributkan masalah pelanggaran kedaulatan oleh China di Natuna.
Ia khawatir ribut-ribut mengenai persoalan ini mengganggu hubungan ekonomi dengan China, terutama investasi.
“Ya makanya (supaya enggak ganggu investasi), saya bilang untuk apa diributin. Sebenarnya kita juga mesti lihat, kita ini harus membenahi diri kita,” jelasnya.
Untuk diketahui, negara China banyak menanam investasi di Indonesia. Luhut sendiri pernah menyebut Xi Jinping berkomitmen akan menjadi investor terbesar di Indonesia.
“Waktu saya ketemu Xi Jinping, dia bilang mau komitmen jadi investor terbesar di Indonesia,” ujar Luhut di Shangri-La Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (10/12).
Menurutnya, investasi yang ditanamkan Singapura ke RI juga ternyata banyak yang dari China sehingga secara tidak langsung China memiliki investasi yang cukup besar di Indonesia.
Investasi China mendukung visi Indonesia untuk beralih ke industri nilai tambah.
“Saya rasa China investasi banyak soal value added. Ini sesuai dengan visi kita ubah commodity based ke value added. China sudah investasi untuk Morowali, Weda Bay, dan banyak lagi,” ungkap Luhut.
Pembicaraan soal investasi disampaikan oleh Luhut dalam sebuah peresmian kerja sama investasi antara China Aircraft Leasing Company (CLAC) dan maskapai penerbangan Trans Nusa, pada awal Desember 2019 lalu. Diketahui China juga akan ikut berinvestasi untuk ibu kota baru.
Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Hikmahanto Juwana menilai pernyataan Luhut berlebihan.
Menurutnya Luhut juga terikat dengan pernyataan pemerintah yang disampaikan oleh Menteri Luar Negeri.
“Harusnya bisa dibuat sekat, antara masalah hak berdaulat dengan investasi. Kalau investasi kedua pihak saling membutuhkan. Pelaku usaha Cina membutuhkan tempat untuk memutar uangnya, dan kita membutuhkan fresh money dari luar,” urai Hikmahanto kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (3/1) malam.
“Contohnya, Vietnam punya masalah dengan China soal Sembilan Garis Putus, tapi tetap saja ada investasi China masuk ke Vietnam,” katanya.
“Masak pemerintah China akan melarang pelaku usahanya kalau pelaku usaha lihat potensi pasar dan sumber daya alam di Indonesia,” lanjut Hikmahanto.
Menurut Hikamahanto, mencari untung tidak bisa dikaitkan dengan masalah negara.
“Jangan belum apa-apa, masalah hak berdaulat kita dikompromikan dengan investasi. Jadi ya, kita nggak usah khawatir,” tandas Hikmahanto.[psid]