logo
×

Senin, 06 Januari 2020

Erick Thohir Tuding Balik Pihak yang Kaitkan Jiwasraya dengan Istana

Erick Thohir Tuding Balik Pihak yang Kaitkan Jiwasraya dengan Istana

DEMOKRASI.CO.ID - Persoalan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) masih terus bergulir. Kasus gagal bayar asuransi BUMN ini dinilai telah dipolitisasi oleh segelintir oknum.

Menteri BUMN Erick Thohir hingga Presiden Jokowi bahkan sempat dikabarkan menggunakan dana Jiwasraya itu demi kepentingan pribadi.

Untuk lebih lengkapnya mengenai kasus Jiwasraya ini, berikut  rangkuman perkembangannya, Senin (6/1):

Erick Thohir Melawan

Menteri BUMN Erick Thohir menuding balik oknum yang mengaitkan kasus Jiwasraya dengan Presiden Jokowi. Menurut dia, oknum ini juga yang menyebarkan berita tak sesuai fakta, seperti dana Jiwasraya dipakai oleh Presiden Jokowi untuk kampanye.

"Tapi yang kami setop oknum-oknum yang merampok Jiwasraya. Ya mohon maaf banyak diplesetkan, dibilang Pak Jokowi yang ambil, istana yang ambil. Ini kan jangan-jangan yang teriak-teriak ini yang ketakutan dibongkar," kata Erick usai meninjau posko banjir di Tangerang, Banten, Minggu (5/1).

Dia juga membantah kabar yang menyatakan bahwa dirinya menerima dana Jiwasraya hingga ratusan miliar agar tak memproses kasus ini.

"Dibilang saya ambil uang. Saya bingung, kan baru datang, baru mau bersih-bersih," tuturnya.

Menurut dia, hal tersebut beredar karena banyaknya oknum yang gerah kasus Jiwasraya diproses hukum. Bahkan Kejaksaan Agung telah mencekal sepuluh orang yang terkait kasus dugaan korupsi di balik defisit Jiwasraya.

"Mungkin akan banyak oknum-oknum yang gerah selama ini jarah Jiwasraya. Dan sekarang Jaksa Agung proses hukum mulai masuk," katanya.

Cegah Asabri bernasib seperti Jiwasraya 

Erick juga melakukan antisipasi agar asuransi dana pensiun TNI dan Polri yakni PT Asabri (Persero), tak bernasib sama dengan Jiwasraya.

Asabri merupakan salah satu pemegang saham terbesar pada PT Pool Advista Finance Tbk (POLA), yang disebut-sebut sebagai salah satu saham 'gorengan' Jiwasraya.

Bahkan Erick Thohir tak ingin kasus Jiwasraya terjadi pada dana pensiun BUMN lainnya, seperti Pertamina atau BRI. Untuk itu, pihaknya akan menyatukan seluruh dana pensiun BUMN dalam satu ‘atap.

"Saya belum pelajari sampai Asabri. Tapi ke depan dana-dana pensiun yang ada di BUMN akan dijadikan satu atap. Tidak ada sendiri-sendiri lagi, jangan sampai kasus Jiwasraya terjadi di dana pensiun Pertamina, dana pensiun BRI," kata Erick.

Ke depan, Erick Thohir akan melakukan konsolidasi dengan para Direksi dan Komisaris BUMN untuk memastikan dana pensiun BUMN aman.

Menurut dia, figur Direksi dan Komisaris BUMN saat ini merupakan orang-orang andal dan berkomitmen untuk tetap profesional.

"Makanya kami konsolidasikan dicari figur yang bagus. Saya rasa figur di BUMN sekarang, seperti Komut BUMN sudah bukan figur yang biasa lagi, seperti Chatib Basri di Mandiri, Chandra Hamzah BTN, kemarin Pak Amin di PLN, ini figur saya rasa kredibel dan punya track record yang baik," tambahnya.

Jaksa Agung Panggil Mantan Direksi Jiwasraya Hari Ini 

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Adi Toegarisman, akan memanggil 19 saksi yang terlibat kasus dugaan korupsi Jiwasraya hari ini.

"Beberapa saksi yang akan kami mintai keterangan di tanggal 6, 7, 8 bulan Januari," kata Adi.

Salah satu saksi yang akan dipanggil adalah eks Direktur Keuangan Jiwasraya, Hary Prasetyo. Hary telah masuk dalam daftar orang yang dicegah ke luar negeri.

Selain Hary, Kejagung juga akan memanggil Presiden Komisaris PT Hanson Internasional, Benny Tjokrosaputra. Benny yang seharusnya diperiksa sebelumnya mangkir lantaran beralasan sakit.

Sejak Jumat (27/12), Kejagung telah memeriksa sejumlah saksi. Di antaranya, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera (TRAM), Heru Hidayat, Dirut PT Trimegah, Stephanus Turangan, Dirut PT Prospera Asset Management, Yosep Chandra, Kepala Pusat Bancassurance Jiwasraya, Eldin Rizal Nasution, dan Eks Dirut Jiwasraya, Asmawi Syam.

Kasus Jiwasraya 

Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kasus ini dimulai pada 2004, di mana perusahaan sudah memiliki cadangan yang lebih kecil dari seharusnya, insolvency mencapai Rp 2,76 triliun.

Pada 2006, laporan keuangan menunjukkan nilai ekuitas Jiwasraya negatif Rp 3,29 triliun karena aset yang dimiliki jauh lebih kecil dibanding kewajiban.

Hingga 2008, defisit nilai ekuitas perusahaan semakin melebar menjadi Rp 5,7 triliun dan Rp 6,3 triliun pada 2009.

Selanjutnya, langkah untuk reasuransi membawa nilai ekuitas surplus Rp 1,3 triliun per akhir 2011. Pada 2012, Bapepam-LK memberi izin produk JS Proteksi Plan (produk bancassurances dengan Bank BTN, KEB Hana Bank, BPD Jateng, BPD Jatim dan BPD DIY).

Pada 2017, OJK memberi sanksi Jiwasraya karena terlambat menyampaikan laporan keuangan 2017. Laporan keuangan tahun itu masih positif, pendapatan premi JS Saving Plan mencapai Rp 21 triliun, meskipun perusahaan terkena denda sebesar Rp 175 juta.

Namun pada April 2018, OJK dan Direksi Jiwasraya mendapati adanya penurunan pendapatan premi karena guaranteed return JS Saving Plan juga turun.

Pada Mei 2018, Jiwasraya mengalami pergantian direksi. Direksi yang baru menyampaikan ada hal yang tidak beres terkait laporan keuangan perusahaan kepada Kementerian BUMN.

Menurut hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) pada laporan keuangan 2017, ada koreksi laporan keuangan interim dari yang semula Rp 2,4 triliun menjadi Rp 428 miliar.

Laporan audit BPK tahun 2018 juga menyebutkan perusahaan berinvestasi pada aset berisiko untuk mengejar imbal hasil tinggi.

Lalu pada Oktober 2018, perusahaan mengumumkan tidak sanggup membayar polis nasabah JS Saving Plan senilai Rp 802 miliar.

Untuk memenuhi rasio kecukupan modal berbasis risiko atau RBC sebesar 120 persen, Jiwasraya butuh modal Rp 32,89 triliun.

Berdasarkan laman resmi Jiwasraya, laba bersih perseroan pada 2017 hanya Rp 328,43 miliar, anjlok dibandingkan 2016 yang masih Rp 2,14 triliun.

Laba yang merosot tersebut karena adanya lonjakan klaim dan manfaat yang dibayarkan perseroan, termasuk kenaikan cadangan klaim.

Tidak hanya itu, biaya akuisisi juga melompat dari Rp 702,65 miliar pada 2016, menjadi Rp 980,90 miliar di 2017. Sementara total beban klaim dan manfaat juga melompat dari Rp 17,93 triliun menjadi Rp 22,78 triliun.

Sementara aset perusahaan tercatat senilai Rp 23,26 triliun, tapi kewajibannya mencapai angka Rp 50,5 triliun. Ekuitas negatif Rp 27,24 triliun dan liabilitas produk JS Saving Plan mencapai Rp 15,75 triliun. [kp]
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: