DEMOKRASI.CO.ID - Badan Keamanan Laut (Bakamla) menyatakan pihaknya telah menambah kekuatannya di perairan Natuna. Penambahan kekuatan itu untuk merespons masuknya kapal Coast Guard China ke perairan Natuna.
"Jelas, saya saja sudah kirim lagi kok. Itu dinamika. Jadi tidak usah rapat pun sudah otomatis itu," ujar Kepala Bakamla Laksamana Madya Achmad Taufiqoerrachman menuturkan langkah itu dilakukan usai rapat tertutup di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (3/12).
Achmad enggan membeberkan jumlah armada dan personel yang dikerahkan untuk menangkal kapal China masuk ke perairan Natuna. Dia hanya menyampaikan pihaknya akan bersiaga di perairan Natuna untuk menjaga kedaulatan wilayah Indonesia.
Achmad mengatakan TNI juga sudah mengerahkan kekuatannya di perairan Natuna pasca kejadian tersebut. Namun, dia mengaku TNI hanya bertugas untuk mendukung operasi yang dilakukan oleh Bakamla.
"Orang sekarang lebih senang menggunakan white hull, daripada grey hull. Karena kalau kapal perang kan tensinya agak berbeda. Jadi Bakamla tetap di depan," ujarnya.
Belum Ada Komunikasi
Achmad mengaku pihaknya belum punya rencana untuk berkomunikasi dengan Bakamla China guna membahas polemik batas wilayah di Natuna. Dia hanya menegaskan telah ada kesepakatan antara Bakamla di seluruh dunia agar tidak salah melakukan kalkulasi di lapangan karena berpotensi mengganggu hubungan bilateral antarnegara.
"Di seluruh dunia seperti itu. Karena ini tidak dalam keadaan perang. Artinya situasi seperti ini jangan hanya lihat dari sisi kita, semua akan berlaku dengan sama," ujar Achmad.
Achmad menjelaskan batas perairan antara Indonesia dengan China sejatinya sudah jelas sebagaimana ketentuan UNCLOS 1982. Dalam aturan itu, perairan Natuna diakui sebagai wilayah Indonesia.
Achmad menambahkan persoalan perarian Indonesia saat ini hanya dengan Vietnam. Dia menyebut batas perarian kedua negara masih belum ada kejelasan hingga saat ini. Achmad menyebut tidak ada penegakan hukum yang kuat di perarian antara Indonesia dengan Vietnam.
"Jadi kalau patroli di sana ketemu (kapal Vietnam), saya suruh pulang dia, kalau yang di grey area. Kalau di landas kontinen (Indonesia) kan sudah disepakati berarti dia melanggar, kita ambil, itu saja. Jadi kita dalam kondisi tidak perang," ujarnya.
Sejauh ini belum ada arahan khusus dari Presiden Joko Wiododo terkait polemik di Natuna. Sebab, dia menyampaikan polemik perairan Natuna dengan China sudah terjadi berulang kali sejak 30 tahun silam.
Oleh karena itu, Bakamla tetap mengedepankan langkah diplomasi lewat Kementerian Luar Negeri dalam rangka menyelesaikan persoalan tersebut.
"Kita di lapangan ya menyesuaikan dengan legitimasi," ujar Achmad.