DEMOKRASI.CO.ID - Pernyataan politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Bangka Belitung Amri Cahyadi di media online lokal yang meminta ornamen dan simbol Cina dibongkar menimbulkan pro kontra di masyarakat. Meski statemennya viral, Amri membantah disebut anti Cina.
"Saya pribadi dan partai bukan anti Cina. Dalam konteks negara, suku Tionghoa yang sudah menjadi WNI adalah saudara, dan itu final. Terkait pernyataan itu, saya melihat sudah dipolitisasi dan keluar dari substansi yang saya maksud," ujar Amri saat dihubungi Tempo, Ahad, 12 Januari 2020.
Menurut Amri, pernyataan yang disampaikannya itu bukan dalam konteks kesukuan atau toleransi. Namun, kata dia, hal itu terkait banyaknya kemunculan ornamen dan simbol budaya Cina beberapa tahun ini di lokasi wisata yang ada di Bangka Belitung.
"Kalau tempat ibadah atau rumah pribadi tidak ada masalah. Namun, ini di lokasi wisata dan area publik, seperti gapura, pintu gerbang atau patung. Contohnya di Sungailiat. Silahkan datang sendiri ada patung perang terakota dan yang lainnya," ujar dia.
Wakil Ketua DPRD Bangka Belitung itu mengaku ada kekhawatiran dimana akan ada pencaplokan budaya yang membuat budaya asli Bangka Belitung tenggelam jika persoalan tersebut tidak diperhatikan.
"Jangan sampai kondisi ini membuat kita abai. Penjajahan modern bukan hanya fisik wilayah. Tapi juga pencaplokan budaya. Khawatir budaya kita tenggelam seiring dengan berjalannya waktu," kata Amri.
Amri menuturkan perlu ada regulasi yang mengatur dan mengontrol penempatan ornamen budaya luar di aset atau objek wisata yang izinnya diberikan kepada investor agar budaya lokal tidak tergerus budaya luar.
Dia mempersilahkan jika ada masyarakat yang berbeda pendapat untuk berdiskusi dan berdialog dengannya di kantor DPRD Bangka Belitung.
"Kami menghormati pro kontra yang muncul di tengah masyarakat. Kalau pun itu membuat kisruh, saya tidak bermaksud lebih. Silahkan datang untuk berdiskusi. Saya tidak anti Cina. Saya juga banyak teman WNI dari masyarakat Tionghoa. Bukan kesukuan yang jadi substansi, melainkan budaya," ujar dia.(*)