DEMOKRASI.CO.ID - Sepanjang 2019, tercatat program dana desa pemerintah menjadi arena yang paling banyak dikorupsi. Fenomena ini dilihat dari tingginya angka kasus korupsi dana desa yang disidangkan sepanjang 2019 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Negeri Medan.
Pengamat Anggaran Pemerintah Elfenda Ananda mengatakan, sebenarnya praktik dana desa di seluruh desa sama. Ditambah menurutnya praktik korupsi melalui pemilihan kepala desa sudah saling mencontoh. Sehingga politik uang tidak terhindari.
"Cuma model di Sumut yang barangkali praktik-praktik korupsi dimulai lewat misalnya pemilihan kepala desa itu sekarang sudah dicontoh. Pertama oleh ormas-ormas, kemudian ormas-ormas menyisipkan kader-kader nya. Maka terjadilah politik uang di dalam proses-proses pemilihan kepala desa,” katanya kepada Kantor Berita Politik RMOLSumut, Kamis (2/1).
Lanjut Elfenda, selain peran ormas, partai-partai juga berlomba untuk memajukan kader-kader mereka di tingkat desa.
Hal ini lah yang menurut Elfenda menyebabkan politik uang untuk menutupi biaya-biaya politik di tingkat desa tersebut tidak bisa dielakkan.
“Proses itu kemudian memunculkan politik uang yang meningkat nominalnya. Akhirnya harus menutupi cost politik,” tuturnya.
Elfenda mengatakan di Sumut atau di Medan sendiri, ormas-ormas terlihat sudah tidak melakukan hal-hal seperti itu. Lebih lanjut menurutnya, ada perbaikan yang dilakukan oleh ormas-ormas untuk memperbaiki citra mereka.
“Itu yang kemudian agak beda di daerah lain. Karena di Medan itu atau di Sumatera Utara membuat ormas pun sudah mulai mengubah pola tidak main-main seperti itu. Artinya sudah memperbaiki citranya,” pungkasnya. (Rmol)