DEMOKRASI.CO.ID - Banjir Jakarta yang terjadi pada Selasa dan Rabu kemarin, menjadi polemik setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono silang pendapat.
Saat itu, Basuki mempersoalkan normalisasi Kali Ciliwung yang baru berjalan sepanjang 16 km dari total panjang 33 km.
Tak tinggal diam, Anies pun langsung mengatakan bahwa normalisasi Kali Ciliwung sudah terbilang efektif dan bisa menjadi obat dari penyakit banjir yang sejak tahun 1966 melanda Ibu Kota Jakarta.
Alih-alih, Anies ingin menegaskan bahwa banjir yang terjadi bukan karena normalisasi Kali Ciliwung yang belum selesai sepenuhnya, melainkan karena pengendalian air dari wilayah Selatan Jakarta, yakni Bogor dan Depok yang belum memadai.
Pakar Hidrodinamika dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Muslim Muin juga sependapat dengan Anies.
Muin mengatakan, kebjjakan Anies sudah tepat, karena menggunakan naturalisasi bantaran Kali Ciliwung, bukan normalisasi.
"Pak Anies bilang naturalisasi keharusan, normalisasi keterpaksaan. Untung kita punya gubernur yang luar biasa," kata Muin dalam diskusi Polemik Trijaya FM, di Sasana Krida Karang Taruna Bidara Cina, Baiduri Bulan, Bidara Cina, Jakarta Timur, Sabtu (4/1).
Oleh karena itu, menurut Muin, solusi penanganan banjir tidak bisa disalahkan sepenuhnya ke Anies.
Sebab, menurut ilmu hidrodinamika yang ia pelajari, terdapat sejumlah hal yang harus dilakukan guna mencegah banjir. Wadah penampungan hujan, penyerapan, serta pengaliran.
Anies, kata Muin, sudah melakukan pola penyerapan dan pengaliran selama 2 tahun masa pemerintahannya. Sementara, pemerintah pusat belum mengembangkan pembangunan wadah penampungan hujan berupa bendungan.
"Kurangi debit banjir itu, tangkap (wadahi) hujannya, tidak hanya disini, di Bogor. Siapa yang bisa tangkap hujan itu? Bukan tugas Pak Anies itu, pemerintah pusat, Bos. Presiden sama menterinya," pungkas Muin.[rmol]