DEMOKRASI.CO.ID - Aksi keroyokan menteri-menteri senior Indonesia untuk merumuskan jawaban atas klaim China terhadap perairan Natuna Utara patut disesalkan.
Direktur Eksekutif Parameter Indonesia, Adi Prayitno menilai aksi menteri-menteri senior itu sama saja merendahkan Indonesia dihadapan China.
"Jangan inferior lah melawan negara seperti China," ujar Adi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (3/1).
Namanya Geng Shuan, diplomat muda China yang dihadapi oleh Menko Mahfud MD, Menhan Prabowo Subianto, Menlu Retno Marsudi, Kepala Menhub Budi Karya, Menkumham Yasonna Laoly, dan Kepala Bakamla Laksdya A. Taufiq R.
Shuan yang menjelaskan posisi negaranya terkait insiden pelanggaran wilayah yang dilakukan Coast Guard China dan kapal-kapal nelayan negara komunis itu.
Seperti pendahulunya, Shuan secara konsisten menegaskan sikap negara itu pada isu Laut China Selatan.
Bahwa China memiliki wilayah perairan seperti yang mereka gambarkan dalam sembilan garis-putus. Dan itu menabrak wilayah perairan negara-negara Asia Tenggara di kawasan, mulai Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, sampai Malaysia.
Juga menabrak Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia yang diakui dalam Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982.
Bagi Adi Prayitno, seharusnya para pejabat negara itu ingat betapa kencangnya jargon "NKRI Harga Mati" selama gelaran Pilpres 2019 lalu.
Semua bilang NKRI harga mati, nah saatnya sekarang ditunjukkan ketika wilayah Natuna Utara diakui negara lain, ya tidak ada pilihan lain harga mati mempertahankan itu dengan cara apapun," katanya.
"Indonesia tegas dong ngomong itu wilayah kita, harus dijaga sampai titik darah penghabisan," demikian Adi menegaskan. (Rmol)