DEMOKRASI.CO.ID - Dewan Pengawas KPK merupakan jabatan baru di struktur kepemimpinan KPK yang menjadi sorotan. Ini lantaran wewenangnya yang melebihi ketua umum dan komisioner.
Dalam UU 19/2019 tentang KPK, Dewan Pengawas memiliki wewenang menyetujui atau tidak proses penyadapan, penggeledahan, hingga penyitaan.
Melihat aturan tersebut, artinya wewenang komisioner KPK yang terdapat di UU 30/2002 sudah tidak berlaku, alias berpindah ke Dewas.
Meski demikian, pegiat antikorupsi dari Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Feri Amsari mengapresiasi penunjukan Dewas yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo.
Katanya, orang-orang yang menempati Dewas KPK adalah sosok yang terbilang baik dan bersih dari korupsi. Ia mengibaratkan mereka sebagai tudung saji meja makan yang bagus nan indah.
Tapi di balik sosok Dewas yang baik itu, Feri mengkritik sistem KPK yang masih lemah.
"Orang-orang baik. Ibarat meja makan, tudung makanannya bagus dan indah tetapi makanan di dalamnya basi. (Maksudnya) meski dewas diisi orang-orang baik, tapi sistemnya tetap buruk,” ucap Feri saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (20/12).
Orang-orang yang positif, lanjut Feri, tentu akan membawa nuansa positif bagi KPK nantinya. Akan tetapi, Pusako sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mengamati regulasi yang dikeluarkan pemerintah, melihat problematika KPK berada diaturannya.
"Bukan dilatarbelakang figur yang mengisi jabatan Dewas, tetapi sistem yang terbangun dalam UU KPK yang buruk. Di mana terlalu banyak tahapan yang tidak perlu untuk melawan pelaku korupsi," ujar Feri.
Lima Dewan Pengawas KPK telah resmi dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12).
Kelima anggota Dewas KPK yang dilantik itu adalah mantan Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean; hakim Albertina Ho; mantan Hakim Agung, Artidjo Alkostar; Ketua DKPP Harjono; dan peneliti LIPI Syamsudin Haris. (Rmol)