DEMOKRASI.CO.ID - Janji Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto untuk memberikan jatah kursi Wagub DKI Jakarta kepada Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pasca ditinggal Sandiaga Uno pada 10 Agustus 2018 saat maju sebagai calon wakil presiden belum juga direalisasikan hingga kini.
Bukan itu saja, partai besutan Prabowo itu ternyata telah mengajukan empat nama pengganti Sandiaga. Mereka adalah Sekda DKI Jakarta Saefullah, Dewan Penasihat Partai Gerindra Arnes Lukman, Wakil Ketua Umum Gerindra Ferry J Yuliantoro, dan Ketua DPP Partai Gerindra Ariza Patria.
Lantaran persoalan tersebut, muncul anggapan di internal PKS bahwa Partai Gerindra tidak iklas memberikan posisi pendamping Anies Baswedan pada mereka karena Gerindra juga mengincar jabatan itu.
“Kita melihat mereka (Gerindra) tidak serius ya. Kita minta komitmen itu saja. Karena kita bukan partai peminta-minta,” tegas Ketua DPP PKS Wilda Sumbangut Tifatul Sembiring, saat menghadiri Training Orientasi (TO) PKS se-Aceh di Kota Banda Aceh, Minggu (29/12).
Tifatul menceritakan, saat Sandiaga maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo, Prabowo sendiri yang menyampaikan janji agar jabatan wagub DKI Jakarta yang akan ditinggalkan diberikan pada PKS. Terlebih, PKS sendiri telah mengalah karena tak jadi mencalonkan kader sendiri, Mardani Ali Sera menjadi cawagub mendampingi Sandiaga Uno karena keputusan Prabowo menduetkan Anies–Sandi.
“Mereka (Gerindra) kan telah mencalonkan kader sendiri. Ya, biar dinilai saja oleh masyarakat etis atau tidak etis. Hanya saja kita berharap ada konstitensi janji-janji dari kata itu kan. Manusia kan dipegang dari kata-katanya,” sindirnya.
Lanjut Tifatul, memang hingga kini proses pemilihan jabatan Wagub DKI terus berjalan di DPRD karena jika menggunakan Tatib DPRD maka akan dipilih oleh seluruh DPRD
“Tapi, kan ada fatsun (sopan santun) politik. Misal, dulu Pak Jokowi berpasangan dengan Pak Ahok (Basuki T. Purnama). Lalu, Pak Jokwi jadi Presiden. Lalu, naiklah Pak Ahok jadi Gubernur DKI, wakilnya itu fatsun politiknya adalah kader PDIP, pengusung Jokowi-Ahok. Maka, Pak Djarot sebagai Wagub. Itukan fatsun,” ungkapnya.
Menurut Tifatul, bila berkaca pada pengalaman transisi kepemimpinan Jokowi-Ahok maka tidak perlu lagi ada pemilihan di DPRD karena jatah kursi wagub sudah menjadi hak PKS.
“Sekarang fatsun itu mau dibuang atau bagaimana?. Nah, fatsun itu sekarang PKS yang jadi wakil itu. Karena, pengusungnya waktu itu kan dua, PKS dan Gerindra," demikian Tifatul. (Rmol)