DEMOKRASI.CO.ID - Tagar yang mengajak pengguna ramai-ramai memboikot produk China ramai di Twitter. Tagar ini digunakan sebagai bentuk protes atas kekerasan yang dilakukan China terhadap komunitas muslim Uighur.
Pekan lalu (17/12) dukungan terhadap warga muslim Uighur di China kembali meningkat di media sosial. Riset Drone Emprit menunjukkan peningkatan percakapan itu merupakan imbas dari laporan the Wall Street Journal. Media itu menduga China menggelontorkan dana untuk 'membungkam' sejumlah ormas Islam di Indonesia terkait Uighur.
Ajakan untuk mempopulerkan tagar untuk memboikot produk China sudah menyebar sejak pagi ini seperti dicuitkan akun @AuroraDavinda dan diah_soewarno09. Akun Diah Soewarno sendiri kerap digunakan untuk menggerakkan popularitas tagar tertentu.
Yok boikot produk Cina ?— Aurora Davinda (@AuroraDavinda) December 18, 2019
Sbg wujud protes kita terhadap Cina akibat penindasan saudara2 muslim kita di Uyghur
Kita hrs kompak melakukan
Boikot segala produk Cina yg sdh menyebar di berbagai daerah
Siap Boikot Produk Cina Sekarang !!#BoikotProdukCinaSekarang@OllaButterfly_ pic.twitter.com/ojPsD215pi
Netizen pun menyebutkan berbagai merek asal China yang perlu ikut diboikot, seperti aplikasi Tik Tok hingga merek mobil Wuling.
BLOKIR APLIKASI TIK TOK!— Michel Adam (@MichelAdamBaru) December 19, 2019
Tik tok berasal dari Tiongkok.#BoikotProdukCinaSekarang pic.twitter.com/D6C0oXpIfH
Boikot si wuling ganti sama esemka. 🤐#BoikotProdukCinaSekarang#BoikotProdukCinaSekarang— Nazran Dhiaurrahman (@N_Dhiaurrahman) December 19, 2019
Dugaan persekusi dan diskriminasi etnis Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang, China telah berlangsung cukup lama. Pemerintah Tiongkok diduga menahan lebih dari satu juta etnis minoritas Muslim di kamp konsentrasi.
Laporan penahanan sewenang-wenang itu mencuat setelah kelompok pegiat hak asasi manusia, Human Rights Watch, merilis laporan pada September 2018 lalu.
Selain itu, Pemerintah China dikabarkan melarang penduduk Uighur dan Muslim lainnya di Xinjiang untuk menjalankan ibadah puasa. Larangan itu terutama berlaku bagi pegawai negeri sipil, guru, dan pelajar.
Sebab, pemerintah Komunis China di Xinjiang menganggap Xinjiang sebagai daerah di mana kelompok militan separatis tumbuh subur dan memicu kekacauan.
Selain itu, dilaporkan juga kalau pemerintah China menggandeng peretas untuk memata-matai kelompok etnis minoritas Uighur lewat situs yang diakses melalui perangkat Android dan iPhone.
Peneliti keamanan siber mengatakan peretas memasang alat untuk memonitor aktivitas pengguna di ponsel.
Tim peneliti menemukan setidaknya 11 situs web Uigur maupun Turkistan Timur yang dimanfaatkan pemerintah China untuk mengambil data privasi masyarakat Uighur.
Selaini itu, masyarakat Uighur juga dilarang memberi nama anak-anak mereka dengan nama-nama Islam, termasuk nama 'Muhammad' dan 'Medina'. Pemerintah lokal juga diduga melarang penjualan makanan halal di penjuru wilayah itu sehingga mempersulit warga Uighur untuk mencari makanan dan minuman. [cnn]