DEMOKRASI.CO.ID - Menjelang berakhirnya tahun 2019, setelah kasus AJB Bumiputera 1912 kini Asuransi Jiwasraya turut mengalami permasalahan dalam hal pembayaran klaim.
Terkait hal ini anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Mardani Ali Sera memberikan pandangannya melalui Twitter pribadinya.
Ketua DPP PKS itu menjelaskan, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat sepanjang 2019 ada 1.510 kasus berpotensi kerugian. Kasus asuransi baru sekitar 20 kasus. Namun, potensi kerugiannya mencapai Rp 40 triliun hingga Rp 50 triliun.
Mardani menilai ada dua penyebab kedua asuransi tersebut gagal membayarkan polis nasabah.
"Pertama buruknya manajemen perusahaan serta persoalan investasi manipulatif. Ini kemudian berdampak pada besarnya piutang yang harus ditanggung kedua asuransi tersebut," ungkap Mardani Rabu (25/12).
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera ( PKS) ini menegaskan kejadian Jiwasraya perlu diungkap sampai keakar-akarnya. Pelaku yang merugikan nasabah, negara, dan industri harus dibingkar.
Di sisi lain, dari kasus ini dapat melihat masih lemahnya kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam penanganan persoalan keuangan di Indonesia. Padahal UU 21/2011 tentang OJK sudah cukup memadai, namun lemah dalam penerapan.
Sebagai regulator yang berfungsi mengawasi hal-hal seperti ini, Mardani melanjutkan, OJK perlu mengambil tindakan yang tepat.
"Penting untuk segera berkordinasi dengan pihak lain termasuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk mendapatkan solusi pembayaran klaim yang kian mendesak," tegasnya.
Hal ini tentunya bisa menjadi stimulus agar kepercayaan investor dapat tumbuh kembali. Ditambah saat ini Indonesia sedang memasuki era maraknya fintech illegal yang menawarkan bunga pinjaman sangat tinggi. Amat berpotensi merugikan konsumen.
"Terakhir, semoga Pak Jokowi dan Kementerian BUMN membantu menyelesaikan polemik ini. Karena masyarakat yang berinvestasi di sini merupakan wujud percayanya mereka dengan BUMN dengan negara," pungkasnya. [rmol