DEMOKRASI.CO.ID - Pernyataan Presiden Jokowi yang mengaku kesal lantaran Indonesia terus mengalami defisit neraca perdagangan dan neracara transaksi berjalan. Pasalnya, kekesalan Jokowi itu akibat kebijakan impor lebih besar daripada ekspor.
Direktur Eksekutif Center for Social Political, Economic and Law Studies (CESPELS), Ubedilah Badrun mengatakan, Jokowi seolah memaki dirinya sendiri lantaran kesal dengan kinerja Kabinet Kerja periode 2014-2019 yang dia pimpin bersama Jusuf Kalla.
Hal itu disinyalir akibat Jokowi tidak begitu menghiraukan kebijakan impor yang 'ugal-ugalan' saat periode pertamanya.
"Telat marahnya, lima tahun kemana saja Presiden Jokowi? Itu menunjukan kegagalan Jokowi mengatasi defisit neraca perdagangan. Betul (Jokowi periode kedua kesal dengan Jokowi di perode pertama)," kata Ubed saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (19/12).
Menurut Ubed, kegagalan pemerintah dalam mengantisipasi defisit neraca perdagangan dalam data Badan Pusat Statistik (BPS) per November 2019 yang cenderung negatif. Neraca perdagangan tercatat rugi atau tekor sekitar 1,33 miliar dolar AS.
Angka tersebut berasal dari ekspor November 2019 sebesar 14,01 miliar dolar AS dan impor sebesar 15,34 miliar dolar AS.
"Dengan total nilai impor 15,34 miliar dolar AS, maka dibandingkan Oktober 2019 impor naik 3,94 persen. Peningkatan impor terjadi baik di komoditas migas maupun non migas. Jokowi mulai emosional merespon keadaan ini?" ujar Ubed heran.
Presiden Jokowi sebelumnya mengaku kesal dengan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) dan defisit neraca perdagangan. Defisit tersebut disebabkan Indonesia doyan impor.
"Kita ini berpuluh tahun memiliki masalah besar yang namanya defisit transaksi berjalan, defisit neraca perdagangan gara-gara impor kita lebih besar dari ekspor kita. Dikit-dikit ngimpor, dikit-dikit ngimpor," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin lalu (16/12). [rmol]