DEMOKRASI.CO.ID - Terpilihnya Firli Bahuri sebagai Ketua KPK untuk periode 2019-2023 pun menuai kontroversi. Karena lembaga antirasuah pada era kepemimpinan Agus Rahardjo Cs menyatakan dengan tegas bahwa mantan Deputi Penindakan KPK itu melanggar kode etik.
Firli Bahuri ditetapkan sebagai Ketua KPK berdasarkan hasil voting suara tertinggi di DPR RI. Firli memperoleh 56 suara. Secara runut, setelahnya ada Alexander Marwata dengan 53 suara, Nurul Ghufron dengan 51 suara, Nawawi Pomolango dengan 50 suara, dan Lili Pintauli Siregar dengan 44 suara.
Namun, mereka yang diterpilih menjadi pimpinan KPK jilid V masih menjadi kontroversi. Publik menilai, proses pemilihan pimpinan KPK kali ini disinyalir kental dengan nuansa politik.
Bahkan, sehari sebelum Firli melakukan fit and proper test oleh Komisi III DPR RI, lembaga antirasuah secara terang-teranhan menyatakan bahwa mantan Deputi Penindakan KPK itu terbukti melanggar kode etik berat.
“Hasil pemeriksaan Direktorat Pengawas Internal (PI) adalah terdapat dugaan pelanggaran berat. Diduga, Saudara FB (Firli Bahuri) melakukan sejumlah pertemuan,” ujar Saut Situmorang selaku Wakil Ketua KPK dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (11/9) lalu.
Pelanggaran kode etik berat itu setelah Penasihat Internal (PI) melakukan serangkain pemeriksaan. Karena Firli diduga melakukan pertemuan dengan mantan Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi (MZM) alias Tuan Guru Bajang (TGB) sebanyak dua kali pertemuan.
Pertemuan itu berlangsung pada 2 Mei 2018 saat KPK tengah menyelidiki kasus kepemilikan saham pemerintah daerah dalam PT Newmont 2009-2016. Pertama, pada tanggal 12 Mei 2018 dalam sebuah acara Harlah GP Anshor ke-84 saat Launching penanaman 1000 hektar jagung di Bonder Lombok Tengah.
Kemudian, pada 13 Mei 2018 dalam acara Farewell and Wellcome Games Tennis Darem 162/WB di Lapangan Tennis Wira Bhakti Firli kembali melakukan pertemu dengan TGB. Hasil pemeriksaan PI menyatakan, Firli telah melanggar kode etik.
Beberapa jam sebelum dilantik, ICW tetap tolak pimpinan KPK jilid V
Indonesia Corruption Watch (ICW) menggelar aksi teatrikal di depan Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (20/12). Aksi tersebut digelar menjelang pelantikan pimpinan KPK periode 2019-2023 yang dinilai bermasalah.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyampaikan, aksi teatrikal itu digelar untuk menolak kehadiran pimpinan KPK yang dipandang bermasalah. Aksi teatrikal itu diikuti oleh 10 orang dengan membentangkan dua spanduk besar berwarna hitam. Spanduk itu bertuliskan #ReformasiDikorupsi dan ‘Tolak Pimpinan Bermasalah’. Selain itu, ada yang memegang kertas bergambar simbol ‘like’.
Kurnia menegaskan, ICW masih bersikap menolak terhadap lima komisioner baru KPK. Lima komisioner itu adalah, Ketua Komjen Firli Bahuri, Wakil Ketua Nawawi Pomolango, Alexander Marwata, Nurul Ghufron dan Lili Pintauli Siregar. Terlebih keberadaan Firli yang diduga melanggar kode etik saat menjabat sebagai Deputi Penindakan. Dia pesimistis KPK ke depan bisa lebih baik.
“Kita pesimistis mereka mempunyai visi pemberantasan korupsi yang benar-benar membawa KPK ke arah lebih baik,” sesal Kurnia di depan Gedung KPK, Jumat (20/12).[jpc]