DEMOKRASI.CO.ID - Kasus gagal bayar polis hingga dugaan korupsi diharapkan tak diseret-seret ke kepentingan politik.
Menurut ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, kasus yang diduga merugikan negara hingga Rp 13,7 triliun itu harus fokus kepada penanganan hukum.
"Saya kira kalau ditarik ke politik malah semakin kusut," kata Bhima, Kamis (26/12).
Penanganan hukum menjadi hal wajib lantaran kerugian negara yang cukup besar dan telah merugikan para nasabah. Tercatat, Jiwasraya tidak dapat membayar klaim polis yang jatuh tempo pada periode Oktober-November 2019 sebesar Rp 12,4 triliun.
"Selain hukum, polis untuk nasabah Jiwasraya harus segera dibayar," tegas Bhima.
Bhima menuturkan, berlarut-larutnya masalah Jiwasraya karena pembuktian adanya tindak pidana korupsi memang butuh waktu. Harus ada beragam bukti otentik dalam mendukung dugaan tersebut.
"Kemudian dari sisi kebijakan, berbeda dengan bank. Kalau di bank ada LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), sedangkan untuk asuransi tidak ada lembaga penjamin seperti LPS," tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan, persoalan keuangan yang dialami PT Asuransi Jiwasraya sudah terjadi selama 10 tahun lebih. Tepatnya sejak masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Kini Kejaksaan Agung sedang menyidik dugaan korupsi pengelolaan dana investasi Jiwasraya dengan perkiraan kerugian negara hingga Agustus lalu mencapai Rp 13,7 triliun. (Rmol)