DEMOKRASI.CO.ID - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menganggap, perdebatan tentang Pancasila dan non-Pancasila sebagai asas setiap organisasi ialah sebuah tema yang ketinggalan zaman. Sebab perdebatan tentang itu sudah diselesaikan oleh para pendiri bangsa puluhan tahun silam.
Mereka yang hari ini menyoal Pancasila dan non-Pancasila, sebagaimana polemik Surat Keterangan Terdaftar (SKT) organisasi Front Pembela Islam, menurut Fadli, bisa dicurigai terpapar islamofobia alias ketakutan berlebihan terhadap Islam. Akibatnya lagi ialah kebijakan yang diskriminatif dan memecah belah bangsa.
Urusan SKT, katanya, sesungguhnya perkara remeh dan tak fundamental. Mestinya tak ada pengaruh apa pun terhadap perpanjangan SKT suatu organisasi kemasyarakatan. Tetapi permasalahan itu diperpanjang karena sudah menjadi komoditas politik.
“SKT ini tema remeh-temeh. Ini bukan izin lagi, karena rezim izin sudah tidak ada lagi. Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pemerintah tidak dapat melarang ormas yang tidak terdaftar, kecuali mengganggu keamanan dan ketertiban,” katanya dalam forum Indonesia Lawyers Club tvOne pada Selasa, 3 Desember 2019.
Mantan wakil ketua DPR itu memahami permasalahan SKT FPI sebenarnya bukan ranah hukum, tetapi politik. “Karena FPI bertentangan dengan yang berkuasa sekarang ini.”
Dia meyakini FPI sangat setia kepada Pancasila, meski organisasi itu tak mencantumkan Pancasila sebagai asas dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD-ART). Pencantuman Pancasila tidak lagi menjadi kewajiban bagi setiap organisasi dan, karena itu, keabsahan FPI mestinya tidak disoal.
“Asas tunggal itu sudah dicabut. Tidak ada lagi asas tunggal, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila. Tidak ada alasan tidak memperpanjang SKT FPI. Kenapa tidak dari dulu. Baru di rezim ini dipermasalahkan,” ujarnya. []