DEMOKRASI.CO.ID - Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri menggeledah sebuah lembaga pendidikan anak usia dini (Paud ) di Kampung Kutuwates, RT 07, RW 10, Dusun Kragilan, Sinduadi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (20/12).
Pantauan Antara, sejak pukul 15.00 WIB telah terpasang garis polisi sekitar 100 meter dari lokasi PAUD. Sejumlah aparat berpakaian preman dengan mengenakan sebo juga tampak berjaga di kawasan itu, kemudian membubarkan diri pada pukul 18.00 WIB.
"Ini kegiatan Densus, kami hanya mem-backup," kata Wakil Direktur Ditreskrimum Polda DIY, AKBP Nugrah Trihadi, saat ditemui seusai penggeledahan. Nugrah enggan menjawab pertanyaan lain yang diajukan awak media mengenai peristiwa itu.
Ketua RW 13 Kutungemplak Nur Hidayat (39) merupakan orang yang ditunjuk kepolisian sebagai saksi penggeledahan itu. Saat ditemui di kediamannya, Nur mengaku didatangi dua personel Polda DIY saat hendak tidur siang selepas jumatan.
Kepada Nur, mereka meminta izin menggeledah Paud yang sekaligus rumah warganya yang bernisial PO. "Saya begitu keluar langsung dibonceng orang Polda. Ternyata di rumah (milik PO) sudah terkepung pasukan dari Mabes Polri kira-kira 30 orang berpakaian hitam-hitam seperti ninja," kata dia.
Menurut Nur, saat penggeledahan dimulai pukul 14.00 WIB, PO sudah tidak ada di kediamannya itu, kecuali istri dan dua anaknya.
Berdasarkan informasi dari kepolisian, Nur mengatakan polisi menangkap PO di Puskesmas, Kecamatan Mlati. "Tepatnya saya tidak tahu (kapan PO ditangkap). Akan tetapi, bisa jadi sebelum jumatan," katanya.
Berdasarkan pengamatan Nur, tim dari Densus 88 menggeledah satu per satu ruangan, mulai dari ruang belajar, ruang kantor PAUD, hingga ruang tidur PO dan anak-anaknya.
Sejumlah barang yang dibawa Densus, kata dia, di antaranya chargers telepon genggam, headset HT (handy talky), sebuah stik, sejumlah botol berisi cairan, sejumlah buku, serta empat paspor.
"Setelah semua dijajar di depan rumah, kemudian diindentifikasi tim Mabes Polri, lalu dipasang garis polisi. Setelah itu, saya diminta keluar," kata Nur.
Nur mengatakan bahwa PO yang dahulu bekerja sebagai makelar motor merupakan warga asli setempat. Setelah menikah, dia bersama istrinya yang berinisial NA kemudian mendirikan PAUD berbasis keagamaan sejak 8 hingga 9 tahun yang lalu.
Menurut dia, PO memiliki sikap yang tertutup dan enggan bersosialisasi dengan warga sekitar. Sejak PAUD itu berdiri, PO juga dinilai memperlihatkan pandangan keagamaan yang berbeda dengan warga setempat pada umumnya. "Dia tidak mau datang, misalnya ada warga yang meninggal dunia, kemudian dia tidak mau kumpul gotong royong dengan warga," kata Nur. [rol]