DEMOKRASI.CO.ID - Putra Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly, Yamitema Tirtajaya Laoly selesai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dari pantauan Kantor Berita Politik RMOL di lapangan, Yamitema keluar dari ruang penyidik sekitar pukul 15.25 WIB.
Yamitema mengaku diperiksa sebagai Direktur PT Kani Jaya Sentosa atas Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan penyidik KPK terhadap tiga tersangka yakni Kepala Dinas PUPR Kota Medan Isa Anshari, Walikota Medan non-aktif Dzulmi Eldin dan Kasubbag Protokoler Syamsul Fitri Siregar.
Ya jadi saksi aja tentang OTT kemarin untuk Pak Isa Anshari, Pak Dzulmi Eldin dan Pak Syamsul Siregar. Macam-macam lah (pertanyaan) biasa diperiksa, (misalnya) kerja apa," kata Yamitema kepada wartawan di Gedung Merah Putih, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (18/11).
Yamitema pun mengaku mengenal sosok Isa Anshari dan Wali Kota Medan non-aktif Dzulmi Eldin. Namun, Yamitema mengaku hanya kenal biasa. Bahkan, Yamitema mengaku tidak dimintai uang oleh Kadis PUPR Kota Medan Isa Anshari untuk berpergian ke Jepang.
"Enggak ada (dimintai uang), enggak ada sama sekali," imbuhnya.
Tak hanya itu Yamitema juga mengaku perusahaan yang ia pimpin tidak bekerjasama dengan Pemkot Medan.
"Enggak ada (kerjasama PT Kani Jaya Sentosa dengan Pemkot Medan) enggak. Enggak ada ditanyain (proyek)," tutupnya.
Diketahui, Yamitema akhirnya memenuhi panggilan penyidik KPK untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap Wali Kota Medan non-aktif Dzulmi Eldin atas tersangka Isa Anshari. Yamitema tiba di Gedung KPK pada pukul 10.10 WIB.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka kasus dugaan suap proyek dan jabatan di Pemkot Medan tahun 2019 yakni Isa Anshari, Wali Kota Medan non-aktif Dzulmi Eldin dan Kasubbag Protokoler Syamsul Fitri Siregar. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka setelah KPK melakukan OTT pada Selasa (15/10).
Eldin diduga menerima suap sebesar Rp 330 juta untuk menutupi kelebihan biaya perjalanan dinas ke Jepang yang ditagih kepadanya. Kelebihan dana Rp 800 juta itu diduga akibat istri dan anak serta pihak lain yang tak berkepentingan turut ikut ke Jepang.(rmol)