DEMOKRASI.CO.ID - Bebasnya Sofyan Basir dari status tersangka yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan konsekuensi dari sebuah proses peradilan.
"Konsekuensi hukum dari sebuah proses peradilan itu memang orang bisa dihukum atau dibebaskan, namanya juga lembaga peradilan bukan lembaga penghukuman," ungkap Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (5/11).
Namun demikian, menurut politikus PPP ini, putusan pengadilan soal Sofyan Basir tersebut harus disikapi dengan wajar. Karena ini merupakan keputusan tingkat pertama, masih ada upaya banding dan kasasi.
"Nanti kita lihat dulu dari putusan itu. Kita evaluasi juga, ada tidak persoalan misalnya dalam proses penyidikan dan penumpukan di KPK itu sendiri. Kita juga tidah boleh menjudge KPK, sementara kita juga belum lihat keputusannya," imbuh Arsul.
Lanjut Arsul, sebaiknya publik menahan komentar soal bebasnya Sofyan Basir sebelum melihat pertimbangan hukum hakim. Jangan membiasakan diri berkomentar tanpa membaca keputusan pengadilan secara jelas.
"Hanya karena semangat memberantas korupsi, maka kita marah kalau ada putusan yang membebaskan terdakwa perkara korupsi. Kan tidak boleh begitu juga," ucap Arsul.
Sofyan Basir sempat ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 23 April 2019 dalam perkara pembantuan kesepakatan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1). Mantan Dirut PLN ini kemudian mengajukan praperadilan. Hingga akhirnya divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada 4 November lalu. (02han) [rmol]