DEMOKRASI.CO.ID - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo menantang Felix Juanardo Winata untuk membeberkan akta kelahirannya.
Hal tersebut disampaikan Roy Suryo melalui kicauan di akun Twitter pribadinya @krmtroysuryo2 yang diunggah pada Sabtu (23/11/2019). Ia juga mengajak warga Jogja untuk menjawab tantangan Felix soal pribumi.
"Ayo warga asli Jogja, kita tawab tegas 'tantangan' Willie Sebastian, Ketua GRANAD & Felix J Winata tersebut. Mereka harus buktikan dulu: nama lahir (Akte)-nya, tempat tanggal lahir (TTL), papah/bapak hingga engkong/eyang-nya. Jangan AsBun (asal bunyi), lu jual gua beli. Semua ada data digitalnya #JogjaOraDidol," tulis Roy Suryo di Twitter.
Tweeps,— KRMT Roy Suryo (@KRMTRoySuryo2) 23 November 2019
Ayo warga Asli Jogja, kita Jawab Tegas "tantangan" Willie Sebastian, Ketua GRANAD & Felix J Winata tsb.
Mereka harus buktikan dulu: Nama Lahir (Akte)-nya, TTL, Papah/Bapak hingga Engkong/Eyang-nya.
Jangan AsBun, Lu jual Gua beli.
Semua ada Data Digitalnya.#JogjaOraDidol pic.twitter.com/ynZs82jQN4
Melalui unggahan itu, Menpora di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini juga membeberkan data pribadi Felix dan Ketua Gerakan Anak Negeri Anti Diskriminasi (Granad) Willie Sebastian.
Felix Juanardo Winata, mahasiswa Semester 5 Fakultas Hukum UGM judicial review Pasal 7 ayat (2) Huruf d Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang mengatur kepemilikan tanah ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Aksi Felix ini mendapat dukungan dari Gerakan Anak Negeri Anti Diskriminasi (Granad). Ketua Granad Willie Sebastian menerangkan jika organisasi yang dia pimpin ini merangkul dan ikut mengawal masyarakat yang merasa dikucilkan dan terdiskriminasi baik itu ras atau etnis tertentu.
Roy Suryo menanggapi hal tersebut. Dalam kicauannya yang lain, Roy berpendapat bahwa dukungan Granad kepada Felix justru dapat memecah belah Indonesia.
"'Tantangan pembuktian' PRIBUMI / NON-Pribumi seperti yang dilakukan GRANAD alih-alih untuk membela si Felix Juanardo Winata seperti-seperti inilah yang malahan MEMBELAH INDONESIA seperti hoAk," tulis Roy Suryo di Twitter.
Tweeps,— KRMT Roy Suryo (@KRMTRoySuryo2) 23 November 2019
"Tantangan pembuktian" PRIBUMI / NON-Pribumi spt yg dilakukan GRANAD alih2 utk membela si Felix Juanardo Winata seperti2 inilah yg malahan MEMBELAH INDONESIA seperti hoAk.https://t.co/tQSRZ24fWh
Ayo Warga ASLI Jogja, Siapa takut ?!#JogjaOraDidol#UsirFelixDariJogja pic.twitter.com/U7eZhIgiF9
Dia bahkan menulis tagar #JogjaOraDidol dan #UsirFelixDariJogja dalam unggahannya tersebut.
Untuk diketahui, Felix Juanardo Winata, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM), mengajukan permohonan pengujian pasal atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk Pasal 7 ayat (2) Huruf d Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang mengatur kepemilikan tanah.
Felix yang ingin berinvestasi sebidang lahan di DIY mendapat penolakan. Hal itu menyusul bahwa WNI nonpribumi dilarang memiliki hak atas tanah sesuai acuan Instruksi Wagub DIY 1975 yang digunakan Badan Pertanahan Nasional.
Menurut Felix, larangan itu mendegradasi kewenangan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan melanggar UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria serta sebagai bentuk diskriminatif atas dasar ras dan suku terhadap WNI keturunan Tionghoa. []
Untuk diketahui, Felix Juanardo Winata, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM), mengajukan permohonan pengujian pasal atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk Pasal 7 ayat (2) Huruf d Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang mengatur kepemilikan tanah.
Felix yang ingin berinvestasi sebidang lahan di DIY mendapat penolakan. Hal itu menyusul bahwa WNI nonpribumi dilarang memiliki hak atas tanah sesuai acuan Instruksi Wagub DIY 1975 yang digunakan Badan Pertanahan Nasional.
Menurut Felix, larangan itu mendegradasi kewenangan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan melanggar UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria serta sebagai bentuk diskriminatif atas dasar ras dan suku terhadap WNI keturunan Tionghoa. []