DEMOKRASI.CO.ID - Rencana Kementerian Keuangan untuk menghapuskan pajak deviden menunjukkan bahwa pemerintah sudah terpapar liberalisme radikal.
Begitu tegas pengamat ekonomi dari Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR) Gede Sandra menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mengatakan sejumlah insentif pajak yang akan dimasukkan dalam RUU Omnibus Law perihal perpajakan. Insentif pajak tersebut termasuk dalam hal perpajakan di pasar modal.
Adapun salah satu insentif yang menjadi perhatian investor adalah insentif yang diberikan bagi investor pasar modal, khususnya pajak dividen yang diperoleh investor dari laba bersih emiten, baik bagi wajib pajak (WP) orang pribadi maupun WP badan.
Sri Mulyani juga berencana membuat penurunan tarif atau pembebasan tarif PPh dividen dalam negeri, dalam hal ini dividen yang diterima wajib pajak badan maupun wajib pajak perorangan akan dibebaskan.
"Di negara yang dikenal sangat liberal seperti Amerika Serikat saja, pajak deviden rata-rata sebesar 28 persen. Negara-negara liberal di OECD juga pajak deviden rata-rata 24 persen.” jelas Gede kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (28/11).
Menurutnya, dengan menerapkan pajak deviden sebesar 0 persen, Indonesia sudah sah menjadi negara penganut liberalisme yang radikal atau dalam bahasa lainnya, ultraliberal.
Kebijakan ini akan memanjakan kelompok menengah atas yang bermain pasar saham. Sekalipun mereka tidak pernah menyimpan kekayaannya di dalam negeri.
Sementara nasib UKM yang masih berjuang bertahan dari himpitan ekonomi, kata Gede, terus dipajaki bahkan dari omsetnya yang tidak seberapa.
Menurutnya, kebijakan penghapusan pajak deviden di Indonesia harus dilawan karena akan semakin mempertajam ketimpangan pendapatan di kalangan masyarakat. Kebijakan ini juga akan semakin menurunkan penerimaan pajak yang diperlukan untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi.
"Percuma saja kita teriak-teriak pidato tentang Keadilan Sosial Pancasila di mana-mana, bila ternyata kebijakan pemerintahan sendiri sudah terpapar ideologi liberal yang sangat radikal,” tutup Gede Sandra.(rmol)