DEMOKRASI.CO.ID - Pascaditerbitkannya Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Sistem dan Teransaksi Elektronik elektronik PSTE ( PP PSTE), pemerintah tidak lagi aktif melakukan pemblokiran. Tapi, pemerintah dapat memberlakukan denda yang signifikan bagi platform yang memuat konten ilegal.
Pernyataan ini disampaikan Dirjen Aptika Kementerian Komunikasi dan Informasi, Samuel Abrijani P, dalam forum diskusi media Forum Merdeka Barat (FMB) 9, yang bertajuk “Ada Apa dengan PP No 71 tahun 2019 (PP PSTE)?” yang digelar di Ruang Serbaguna Roeslan Abdul Gani, Kemenkominfo, Jakarta Pusat, (4/11).
“Jika sebelumnya pemerintah aktif melakukan penyisiran, dengan PP ini, platform seperti Facebook dan Twitter, yang memfasilitasi konten yang ilegal menurut UU, akan didenda. Angkanya berkisar antara 100-500 juta per konten,” katanya.
Jenis konten yang bisa dikenai sanksi antara lain adalah pornografi, human traficking, drug traficking, radikalisme yang mempromosikan terorisme dan ujaran kebencian. “Untuk jenis-jenis konten yang termasuk akan disiapkan permennya dan dijadwalkan tahun ini selesai,” tuturnya.
Menurut Samuel, aturan denda itu sudah bisa diberlakukan pada 2021. Pemberian denda administratif, sambung dia, juga dimungkinkan dari tindak lanjut atas laporan.
“Kan sudah banyak aplikasi aduan konten. Jadi bisa saja dilaporkan ke sana. Dan laporan yang ditindak lanjuti itu hanya terkait patform. Kalau Whatsap tidak termasuk yang bisa diambil tindakan itu, karena sifat percakapannya satu arah,” katanya.
Samuel juga menjelaskan bahwa pihaknya juga telah bertemu dengan penyedia platform untuk melakukan sosialisasi pemahaman dan mekanismenya.
“Kalau aturannya sih sudah juga diberlakukan di berbagai negara. Bahkan ada negara yang memberlakukan denda dihitung dari size perusahaan,” paparnya.
Selain denda, Samuel juga mengungkapkan pemberian sanksi administratif termasuk juga teguran tertulis, denda administatif, penghentian sementara, pemutusan akses, hingga dikeluarkan dari daftar. [re]