DEMOKRASI.CO.ID - Rencana Menteri BUMN Erick Thohir menunjuk mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi salah satu pemimpin perusahaan BUMN menuai pro kontra.
Di tengah kontroversi wacana tersebut, foto Ahok mengenakan seragam PT Pertamina sudah beredar luas di berbagai jejaring media sosial.
Belum diketahui pasti apakah Ahok memang akan ditempatkan di BUMN itu. Bagi mereka yang menolak, masa lalu Ahok yang tersandung kasus penistaan agama dan sejumlah dugaan kasus hukum jadi penyebabnya.
Sebagai mantan narapidana, Ahok dinilai memiliki catatan gelap terkait good governance dan kerap berperangai buruk.
Terkait hal tersebut, Ketua Divisi Hukum Persudaraan Alumni (PA) 212 sekaligus Ketua Aliansi Anak Bangsa (AAB) Damai Hari Lubis angkat Bicara.
"Seharusnya Ahok dan sang menteri (Menteri BUMN Erick Thohir) sadar akan kinerja yang akan terganggu bila Ahok tetap dijadikan komisaris atau direktur BUMN," katanya, Rabu (20/11).
Maka, lanjut Hari, pemerintah mesti punya asumsi berapa biaya negara yang akan dikeluarkan untuk terus membackup Ahok dari ketidaksetujuan publik terhadap dirinya.
"Hal itu berdasarkan fakta dan isu dugaan tindak pidana yang berkembang di tengah masyarakat," paparnya
Mesti diingat dan dijadikan alasan atau setidaknya sebagai pesan moral, bahwa ada peran masyarakat dalam menentukan figur pemimpin.
"Masyarakat beri masukan demi kebaikan BUMN yang subtansinya adalah milik rakyat. Hanya praktiknya sebagai milik dan urusan negara melalui pemerintahan," ujar Hari.
Sehingga jangan juga menterinya menafikan usulan atau suara-suara yang beredar sebagai pesan masyarakat.
"Bila Ahok benar-benar diberi jabatan, kemungkinan akan ada gelombang aksi penolakan. Kita lihat juga apa mereka serius mengangkatnya," pungkas Hari. [rm]