DEMOKRASI.CO.ID - Dalam upaya meningkatkan industri angkutan laut atau pelayaran nasional dibutuhkan sejumlah komitmen. Di antaranya adalah komitmen untuk tidak membiarkan kapal asing berkeliaran di laut domestik.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono menegasakan, untuk memajukan industri angkutan laut nasional dalam rangka membangun perekonomian nasional, industri pelayaran harus dikelola tanpa campur tangan asing. Apalagi campur tangan yang merugikan, yang dipenuhi kongkalikong.
Arief Poyuono menyoroti dua kapal kabel milik perusahaan China, SB Submarine Systems, yang bermarkas di Shanghai. Keduanya adalah CS Fu Hai dan CS Bold Maverik yang menggunakan bendera Panama.
Kedua kapal itu saat ini melakukan pemasangan kabel bawah laut di perairan Indonesia. Ini jelas melanggar asas cabotage dalam sistim industri angkutan laut nasional atau pelayaran.
Asas cabotage secara sederhana adalah prinsip yang memberi hak eksklusif kegiatan angkutan barang dan orang dalam negeri oleh perusahaan angkutan laut nasional dengan menggunakan bendera Merah Putih serta awak kapal berkewarganegaraan Indonesia.
“Izin yang diberikan kepada kedua kapal kabel ini oleh Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pertahanan sangat jelas menunjukkan kedua kementerian ini tidak peka terhadap perlindungan industri angkutan laut atau pelayaran nasional,” ujar Arief Poyuono dalam perbincangan dengan redaksi pagi ini (Kamis, 28/11).
Patut diduga, sambungnya, ada suap yang mengalir ke oknum pejabat yang terlibat dalam pemberian izin operasi kedua kapal kabel itu.
“KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) harus mulai melakukan operasi penyidikan terkait dugaan praktek di Direktorat Perhubungan Laut,” sambung dia.
Dia mengingatkan bahwa Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pernah menyampaikan komitmen terhadap asas cabotage. Sebelum komitmen itu disampaikan, sebagian besar layanan laut domestik diramaikan kapal berbendera asing yang menyebabkan usaha angkutan laut nasional terpuruk.
“Menurut Menteri Budi Karya bukan hanya Indonesia saja yang menerapkan asas cabotage. Banyak negara lain juga menerapkan asas ini untuk melindungi indutri angkutan nasionalnya. Diantaranya, Amerika Serikat, Brasil, Kanada, Jepang, India, China, Australia dan Filipina,” Arief Poyuono mengingatkan.
Presiden Joko Widodo pun, masih kata dia, memiliki komitmen dan keberpihakan pada industri pelayaran nasiona.
Dengan demikian, Arief Poyuono menambahkan lagi, kedua kapal kabel milik China tersebut tidak ada bedanya dengan kapal penangkap ikan asing yang mencari ikan di perairan Indonesia secara ilegal. Anehnya, kehadiran mereka dibiarkan dan malah didukung Direktorat Jendral Perhubungan Laut.
“Karena itu Pak Budi Karya harus segera mencopot pejabat-pejabat di Direktorat Jenderal Hubungan Laut (yang terlibat) segera,” demikian Arief Poyuono. [rm]