DEMOKRASI.CO.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mejadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar atau akrab disapa Cak Imin. Hal itu lantaran dia tidak memenuhi panggilan penyidik lembaga antirasuah.
"Belum ada konfirmasi mengenai alasan ketidakhadirannya. Akan ada penjadwalan ulang, nanti ditunggu saja jadwalnya," ujar Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak kepada wartawan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (19/11).
Wakil Ketua DPR RI itu sedianya diperiksa bersama dua orang anggota DPRD Provinsi Lampung, Hidir Ibrahim dan Khaidir Bujung. Ketiganya dijadwalkan diperiksa untuk tersangka Hong Arta John Alfred (HA) dalam kasus dugaan korupsi pemberian hadiah atau janji pada proyek di Kementerian PUPR tahun 2016.
Hanya saja, Hidir dan Khaidir memenuhi panggilan penyidik KPK. Keduanya didalami pengetahuannya terkait pengerjaan proyek di Kementerian PUPR tahun 2016.
"Ada dua saksi yang diperiksa (Hidir dan Khaidir) untuk tersangka HA. Pemeriksaan terkait dengan aliran uang hadiah pengerjaan proyek Kementerian PUPR," kata Yuyuk.
Dalam kasus ini, Hong Arta telah berstatus tersangka bersama 11 orang lainnya, yakni Direktur Utama PT WTU, Abdul Khoir; dan sederet Anggota DPR RI periode 2014-2019 yaitu Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro, Musa Zainudin, dan Yudi Widiana Adia.
Kemudian pihak swasta, Julia Prasetyarini; ibu rumah tangga Dessy A Edwin; Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasionai (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran Mustray; Komisaris PT CMP, So Kok Seng; dan Bupati Halmahera Timur periode 2016-2021, Rudy Erawan.
Lembaga antirasuah menduga Hong Artha secara bersama-sama memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara.
Diduga yang menerima suap dari Hong Artha yaitu Kepala Badan Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary. Amran diduga menerima uang sebesar Rp 8 miliar dan Rp 2,6 miliar dari Hong Artha.
Atas perbuatannya tersebut, Hong Arta disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 juncto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUH Pidana. (Rmol)