DEMOKRASI.CO.ID - Pernyataan advokat Humphrey Djemat yang menyebut ada yang membayar mahar politik Rp500 miliar agar diangkat menjadi menteri, membuat PPP meradang.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi menilai pernyataan Humphrey ngawur.
“Ini ngawur, tak bisa dipertanggungjawabkan. Agar gentle sebut saja siapa orangnya dan partainya, sehingga tidak menjadi fitnah politik,” ucap Baidowi kepada jpnn.com, Senin (25/11).
Sekretaris Fraksi PPP DPR ini mengatakan bahwa Humphrey harus memahami bahwa penunjukan menteri di kabinet merupakan hak prerogratif Presiden Joko Widodo.
“Lagian ngitung isu Rp 500 M dari mana? Gaji menteri lima tahun berapa? Kapan baliknya? Belum lagi kalau diganti di tengah jalan, makin tidak ketemu rumus pengembaliannya,” tutur Baidowi.
Politikus asal Madura yang beken disapa dengan panggilan Awiek ini juga meminta supaya Humphrey tidak disebut sebagai petinggi PPP karena yang bersangkutan bukan pengurus yang sah.
“Tolong jangan sebut Humphrey sebagai PPP, karena berdasarkan putusan pengadilan PPP hanya satu yakni yang sekarang dipimpin Plt Suharso Manoarfa,” tandas Awiek.
Sebelumnya, Humphrey yang mengklaim sebagai ketua umum PPP versi muktamar Jakarta mengungkapkan, ada praktik mahar politik dalam proses pemilihan menteri Kabinet Indonesia Maju pimpinan Presiden Jokowi.
Menurut dia, ada calon menteri yang dimintai komitmen sebesar Rp 500 miliar sebelum ditunjuk menjadi pebantu Presiden Jokowi di Kabinet.
Humphrey mengungkapkan hal itu ketika menghadiri diskusi di kantor Formappi di Jakarta Timur, Minggu (24/11).
Pengacara kondang itu mengatakan, pihak yang meminta komitmen Rp 500 miliar kepada calon menteri itu adalah partai politik.
“Saya sudah mendengar dari calon menteri yang sebenarnya itu pilihan Jokowi. Dia mau di-endorse partai politik tersebut,” ujar Humphrey.
Lebih lanjut Humphrey menjelaskan, calon menteri itu tidak perlu menyerahkan uang Rp 500 miliar kepada partai tertentu.
“Dia tidak harus kasih uang untuk itu, tetapi harus ada komitmen selama menjadi menteri, dia harus bisa berkontribusi Rp 500 miliar,” tutur Humphrey.
Hanya saja, Humphrey tidak mengungkapkan nama menteri yang dimintai komitmen Rp 500 miliar. Pengacara kondang itu juga tak membeber nama partai politik yang meminta komitmen itu.
Menurutnya, calon menteri dari kalangan profesional itu menolak permintaan soal kontribusi tersebut karena tidak memiliki uang dan merasa bertolak belakang dengan nuraninya.
“Sebab yang diminta uang, dia tidak punya, karena dia seorang profesional. Keahliannya memang dibutuhkan oleh presiden,” ungkap dia.
Humphrey juga menegaskan, tidak semua menteri dimintai komitmen sebesar Rp 500 miliar.
“Jangan curiga dahulu semua menteri sudah teken kontrak Rp 500 M. Jangan,” tegas dia.[psid]