DEMOKRASI.CO.ID - Daun kratom (Mitragyna speciosa) tiba-tiba menjadi perbincangan publik. Sebab, daun ini sebagai obat herbal bagi warga Indonesia, namun dianggap sebagai narkoba atau obat terlarang di luar negeri.
Tanaman budidaya yang tumbuh di Pulau Kalimantan dan beberapa negara di Asia Tenggara itu sebenarnya memiliki banyak manfaat.
Daun kratom dipercaya dapat membantu mengurangi rasa sakit, membuat rileks, mencegah kelelahan, dan membantu pecandu opium untuk berhenti.
Dikatakan tanaman budidaya karena menjadi mata pencaharian masyarakat Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Awalnya, mereka memproduksi komoditas tradisional seperti karet dan minyak kelapa sawit, namun perlahan menjadi petani kratom.
Tanaman yang berasal dari keluarga kopi (Rubiaceae) ini merupakan tanaman tropis yang bisa tumbuh setinggi 4 sampai 16 meter.
Para petani kratom biasa memanfaatkan daunnya yang memiliki lebar melebihi telapak tangan orang dewasa. Ketika dipetik, daun kratom yang sudah kering akan susut.
Nah, daun kering tersebut kemudian dibentuk menjadi remahan hingga berbentuk mirip daun teh hijau kering atau dalam bentuk kapsul.
Akan tetapi, masyarakat biasa mengonsumsi daun kratom dengan cara dikunyah seperti daun sirih, selain diseduh layaknya teh. Daun kratom dijual dan dipasarkan layaknya suplemen dalam bentuk kapsul dan serbuk halus.
Kendati demikian, tanaman ini kalau disalahgunakan, maka efeknya akan lebih dahsyat dari morfin ataupun opium.
Bahkan, Badan Narkotika Nasional (BNN) langsung mengkategorikan daun kratom sebagai narkotika golongan I. Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Heru Winarko menegaskan bila efek yang ditimbulkan dari daun Kratom bisa 13 kali lipat dari morfin.
"Tanaman ini sudah menjadi perdebatan. Karena itu, pemerintah terus melakukan pendalaman dan kajian tentang kandungan dari daun kratom," kata dia kepada VIVA, Selasa, 5 November 2019.
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji meminta BNN untuk mengkaji ulang daun Kratom.
Dengan adanya larangan, maka pemerintah harus mencarikan solusi bagi masyarakat agar penghasilan mereka tidak hilang.
"Kita harus cari model penggantinya apa. Makanya itu semua masalah kita tampung dan kita kaji satu-persatu," tuturnya.
Soal regulasi, Sutarmidji menyebut penanganan daun kratom ini akan berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu. "Intinya, kita tetap memperhatikan sumber pendapatan masyarakat agar tidak hilang," ungkap dia.[vv]