DEMOKRASI.CO.ID - Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono mengatakan mantan Gubernur Riau Annas Maamun, narapidana kasus korupsi yang ditangani KPK, kemungkinan bisa meninggal di penjara jika tak mendapatkan grasi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Jokowi memberikan grasi kepada Annas, dengan pengurangan masa pidana selama satu tahun. Dengan demikian hukuman Annas berkurang dari tujuh tahun menjadi enam tahun.
Dini menyebut grasi yang diberikan Jokowi ini hanya mengurangi hukuman penjara yang diterima Annas, bukan menghapus pidana yang diterima dalam perkara korupsi alih fungsi hutan di Riau.
"Perbedaan waktu pidana penjara di sini satu tahun. Apa manfaat orang tersebut ditahan lebih lama satu tahun lagi? Apakah akan memberikan faedah lebih secara signifikan?" kata Dini melalui pesan singkat, Jumat (29/11).
"Sementara orang tersebut (Annas Maamun) ada kemungkinan bisa meninggal (di penjara) dalam durasi satu tahun tersebut karena depresi dan kondisi kesehatan yang buruk," ujarnya menambahkan.
Dini menekankan bahwa pemidanaan bukan untuk menyiksa seseorang. Menurutnya, banyak orang yang tanpa sadar mengaitkan pemidanaan dengan penyiksaan. Bhawa seolah-olah narapidana itu harus tersiksa, sebagai tanda sudah dihukum.
"Padahal selain memberikan efek jera, pemidanaan juga harus memiliki fungsi rehabilitatif. Orang masuk penjara harusnya keluar menjadi orang yang lebih baik. Bukan sebaliknya," tuturnya.
Ia menyatakan pertimbangan kemanusiaan dan tujuan pemidanaan harus diperhitungkan dalam masalah ini. Menurutnya, Jokowi juga sudah mendengarkan pertimbangan Mahkamah Agung, Menko Polhukam Mahfud MD, serta laporan dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly.
"Ironis pada saat kita berteriak penegakkan HAM, namun di saat yang bersamaan kita mengharapkan terpidana tersiksa sampai mati di penjara," kata politikus PSI itu. [cnn]