DEMOKRASI.CO.ID - Konsep pertahanan rakyat semesta yang akan diterapkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berbeda dengan wajib militer.
Anggota Komisi I DPR Fadli Zon menyebut, pelibatan masyarakat untuk pertahanan seperti yang disampaikan Menhan Prabowo Subianto bersifat sukarela. Hal ini berbeda dengan wajib militer yang diterapkan di sejumlah nefaea, misalnya Korea Selatan
"Kalau di kita bela negara itu bukan sesuatu yang wajib,tetapi bisa menjadi hak atau mereka yang secara voluntary memang mau dilatih baik melalu jalur ormas, civil society, maupun mungkin sekolah," ujar Fadli di Jakarta, Senin (11/11/2019.
Wakil Ketua Umum Gerindra itu menyebut, penerapan bela negara disesuaikan dengan UU Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) yang diasahkan akhir September lalu. UU tersebut memuat bela negara yang akan melibatkan berbagai elemen masyarakat.
"Sesuai dengan UU itu, jadi dengan itu kita harapkan pertahanan rakyat semesta menjadi sebuah doktrin yang riil, bukan hanya doktrin di atas kertas," kata dia.
Dengan doktrin yang riil itu, lanjut Fadli, maka pertahanan Indonesia harus bertumpu kepada rakyat yang terlatih dalam program bela negara itu. Sehingga negara bukan sekadar mengandalkan komponen tentara yang selama ini sudah terlatih.
"Tetapi rakyat yang juga terlatih, saya kira itu yang diharapkan bisa mempertahankan bangsa dan negara dalam situasi yang darurat, dan genting," ujar dia.
Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto mengungkapkan visinya untuk melibatkan rakyat Indonesia non-militer dalam menjaga pertahanan Indonesia. Konsep yang dinamai Pertahanan Rakyat Semesta ini disampaikan Prabowo di DPR RI, Senin (11/11).
Prabowo mengakui, secara teknologi pertahanan, Indonesia hampir mungkin bisa mengalahkan kekuatan teknologi bangsa yang telah maju. Namun, Prabowo ingin memasukkan konsep pertahanan rakyat agar ikut bergabung melakukan pertahanan bila dibutuhkan.[tsc]