DEMOKRASI.CO.ID - Mendikbud Nadiem Makarim dalam salinan pidato berkaitan peringatan Hari Guru Nasional atau HGN 2019 yang viral di media sosial, menyatakan guru merupakan profesi termulia sekaligus yang tersulit.
Tersulit, karena guru ditugasi untuk membentuk masa depan bangsa, tetapi lebih sering diberi aturan dibandingkan dengan pertolongan. Menurut Nadiem, waktu guru lebih banyak habis untuk mengerjakan tugas administratif tanpa manfaat yang jelas.
Menanggapi pidato nadiem, pemerhati pendidikan Indra Charismiadji mengatakan para guru menghadapi tantangan berat dalam menjalankan arahan mendikbud agar guru bebas dari urusan administrasi.
"Tantangan terberat bagi guru dalam menjalankan arahan Mendikbud, karena mereka menghadapi atasan mereka yang sayangnya bukan Mas Menteri melainkan kepala daerah," ujar Indra di Jakarta, Minggu (24/11).
Indra mengatakan, para guru sulit menolak jika kepala dinas pendidikan atau kepala daerah, meminta agar mengisi dokumen. Hal itu menyebabkan guru akan kesulitan dalam menjalankan arahan dari Mendikbud Nadiem Makarim.
"Perlu adanya sebuah rencana strategis yang lintas kementerian, lembaga negara, pemerintah daerah, sampai dengan pihak swasta baik sebagai penyelenggara pendidikan maupun yang mendukung program pendidikan," ujar Indra.
Pelaksanaan solusi tersebut pun harus berupa kolaborasi bersama, bukan hanya satu atau dua pihak saja. Kemdikbud dapat ditunjuk Presiden sebagai sektor yang memimpin, tetapi implementasi harus kolaborasi dan tidak terbatas anggaran masing-masing.
Menurutnya, erdapat sejumlah persoalan guru seperti kekurangan guru, tetapi data Kemdikbud dan Bank Dunia menunjukkan bahwa Indonesia justru kelebihan guru karena memiliki rasio guru yang jauh lebih baik dari Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan lainnya. Begitu juga Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) juga penuh dengan calon guru.
Dari sisi pendapatan, terdapat data menunjukkan bahwa banyak guru yang pendapatannya jauh di bawah upah minimum, tetapi faktanya juga banyak guru yang berpenghasilan belasan bahkan puluhan juta per bulan.
Untuk itu, kata dia, harusnya ada penyelarasan data dengan tingkat urgensi tinggi.
Dari sisi kualitas, hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) terakhir sampai sekarang belum ada perkembangan. Hal itu dikarenakan belum adanya proses perbaikan yang jelas.
"Tata kelola guru harus dibenahi, jika Presiden Jokowi memprioritaskan pembangunan SDM unggul dengan ujung tombaknya adalah guru," tukas dia. [jpn]