DEMOKRASI.CO.ID - Politikus PAN Eggi Sudjana menghadiri acara diskusi bertajuk 'Sinyal Persatuan: di Balik Kabinet yang Bikin Kaget'. Dalam diskusi ini, Eggi menyampaikan beberapa kritik kepada pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Pertama, Eggi mengkritik keputusan Jokowi yang memilih Bos Gojek Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
"Maknanya harus kita lihat dari fakta-fakta, kalau mau mencerdaskan kehidupan bangsa, bagaimana mengangkat Menteri Pendidikan seperti itu. Istilah adinda tadi orang kaya, enggak mengerti hidup susah, enggak bekerja keras, karena pengusaha," kata Eggi dalam diskusi tersebut di D Hotel, Jakarta Selatan, Selasa (5/10).
Eggi melanjutkan, dari segi kesejahteraan, tim ahli ekonomi Jokowi menargetkan pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 6 persen. Menurut Eggi, dengan target ini, kesejahteraan masyarakat tidak akan pernah tercapai.
"Berarti satu digit. Nggak mungkin bangsa ini sejahtera. Karena logikanya, 1 persen (pertumbuhan ekonomi) saja, baru menyerap 500 ribu tenaga kerja, bagaimana kalau cuma 5 persen seperti tahun lalu, berarti masih banyak pengangguran," ucap Eggi yang pernah menjadi tersangka kasus makar itu.
Menurut Eggi, persoalan ekonomi ini menjadi penting dan sangat serius. Sebab, target 6 persen sulit untuk mendongkrak perekonomian Indonesia dari keterpurukan.
Eggi juga mengkritisi Sri Mulyani yang tetap menjabat sebagai Menteri Keuangan. Plus, ia juga heran mengapa Menko Maritim kini ditambah tugasnya dengan masalah investasi.
"Menteri Keuangannya itu itu lagi, tidak ada perubahan yang mendasar. Ditambah lagi portofolio Menteri Maritim Investasi, padahal nggak ada urusannya. Kalau tatatan ekonominya seperti ini, tidak akan sejahtera. Cari kerja susah, ekonomi susah," papar Eggi.
Selain itu, Eggi juga menyoroti Jokowi yang masih gagal menjaga persatuan dan kesatuan. Buktinya, masih banyak terjadi kerusuhan di berbagai wilayah. Misalnya, di Wamena, Papua.
"Di Wamena, tidak bisa ada yang dilindungi, orang Jawa, orang Minang dibunuh-bunuhin. Kenapa jawaban Jokowi karena ada orang dari gunung kemudian membantai itu," ujar dia.
"Memang tidak ada itikad baik dari negara untuk menjaga tumpah darah kita," tutup Eggi. [kp]