DEMOKRASI.CO.ID - Komisi Yudisial (KY) buka suara terkait dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang memutuskan barang bukti kasus First Travel disita negara.
Ketua Komisi Yudisial Djaja Ahmad Djayus mengatakan, hakim MA bertindak normatif. Pasalnya, hal tersebut murni pertimbangan hukum sesuai dengan Undang-Undang (UU) tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dalam UU TPPU, harta berupa uang harus diberikan kepada negara.
Mengenai uang tersebut merupakan uang milik jemaah haji, Djaja mengatakan seharusnya hakim Mahkamah Agung yang memutus perkara tersebut melakukan terobosan.
Nah mestinya, karena ini bukan uang negara, ini uang rakyat, dari kasus perdata murni asalnya dari hubungan perjanjian pemberangkatan umrah nah itu kan perdata murni asalnya. Nah untuk itu, mestinya mengembalikan uang itu ke rakyat," kata Djaja usai menjadi pembicara di acara Konsolidasi Jejaring Komisi Yudisial, Bumi Katulampa, Bogor Timur, Jumat (22/11).
Kecuali, lanjut Djaja, dalam undang-undang perkara TPPU-nya telah disamaratakan seperti uang yang diambil pelaku merupakan hasil kejahatan tindak pidana korupsi yang seharusnya dirampas oleh negara.
“Nah ini uang rakyat, asalnya hubungan keperdataan. Tapi kemudian menimbulkan pidana karena ada penipuan ada penggelapan di situ,” tegasnya.
Disinggung mengenai keputusan hakim agung tersebut, yang bakal dimintai pertanggungjawaban etik oleh KY. Djaja menilai hakim mahkamah agung tidak melanggar kode etik kehakiman.
“Karena itu menyangkut pertimbangan hukum murni dan dari sisi undang-undang dia menerapkan secara normatif, jadi ya tidak keliru. Cuma hakim tidak melakukan satu terobosan saja,” pungkasnya. (Rmol)