DEMOKRASI.CO.ID - Wacana amendemen UUD 1945 dengan mengubah masa jabatan presiden menguat beberapa waktu belakangan.
Usulan batas maksimal masa jabatan presiden ditambah menjadi tiga periode, juga ditanggapi oleh Anggota MPR Fraksi PDIP Djarot Saiful Hidayat
Djarot mengklaim partainya tidak mau ada amendemen UUD 1945 yang membuat masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Menurut Djarot dua periode saja sudah cukup.
PDIP tetap menghendaki masa jabatan presiden maksimal dua periode.
"Dua periode. Tidak tiga periode. Kembali lagi nanti kayak Pak Harto. Pak Harto berapa kali tuh," kata Djarot di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin (25/11).
Djarot menjelaska belum ada usulan amendemen tentang masa jabatan presiden yang diajukan secara formal.
Disebutnya semua baru wacana yang dilontarkan oleh masing-masing anggota, bukan atas nama fraksi.
"Itu kan individu-individu saya lihat. Tapi secara formal saya belum mendengar," ujar Djarot.
Saat ini, Badan Pengkajian MPR hanya fokus mengkaji amendemen UUD 1945 secara terbatas sebagaimana rekomendasi MPR periode 2014-2019. Salah satu yang dikaji adalah penghidupan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dalam UUD 1945.
Wakil Ketua MPR dari Fraksi PDI Perjuangan Ahmad Basarah mengatakan, mereka belum pernah membahas wacana perubahan masa jabatan presiden-wakil presiden. Karena mengubah satu pasal yaitu menambah kewenangan MPR menetapkan haluan negara, menimbulkan pro-kontra yang luar biasa di masyarakat apalagi kalau menyangkut pasal yang substansial.(rmol)