DEMOKRASI.CO.ID - Laporan politikus PDIP Dewi Tanjung soal Novel Baswedan ke Polda Metro Jaya menuai kontroversi. Apalagi “tudingan” Dewi itu bertolak belakang dengan temuan tim pencari fakta yang dibentuk Tito Karnavian saat menjabat Kapolri.
Ketua Advokasi YLBHI Muhammad Isnur yang juga kuasa hukum Novel Baswedan mengatakan, tindakan Dewi sudah di luar nalar dan batas kemanusiaan. “Ini tindakan yang sudah mengarah pada fitnah dan merupakan tindakan di luar nalar dan rasa kemanusiaan,” kata Isnur.
Tidak hanya itu, kasus ini juga telah diselidiki Komnas HAM dan direspons Presiden Joko Widodo dengan memerintahkan Polri menuntaskan pengungkapan kasus ini, meski sampai 2,5 tahun belum juga berhasil diungkap.
Namun, Dewi tiba-tiba melaporkan Novel ke Polda Metro Jaya terkait penyebaran “berita bohong” soal sakit yang diderita dia. Dewi “menuding” kejadian penyiraman air keras kepada Novel hanya rekayasa belaka.
Wanita yang memiliki nama asli Dewi Ambarwati itu menerangkan, beberapa hal yang janggal dari penyiraman air keras Novel, antara lain dari hasil rekaman CCTV, bentuk luka, kepala yang diperban, tapi malah mata Novel yang buta.
Seharusnya, kata Dewi, saat disiram air keras, kulit wajah Novel juga ikut terluka, tidak hanya mata saja. Lalu, ketika berada di rumah sakit, Dewi juga mencurigai Novel. Sebab, hanya wajah dia saja yang diperban, tetapi matanya tidak. Bahkan ia menduga mata kiri Novel menggunakan softlens.
Selain itu, Dewi juga meragukan hasil rekam medis Novel selama dirawat di Singapura. Sehingga ia meminta kepada tim dokter independen dari Indonesia ikut mengecek Novel.
Saat melapor ke Polda Metro, Dewi pun membawa bukti berupa rekaman video Novel saat berada di rumah sakit di Singapura, rekaman kejadian penyiraman, rekaman saat Novel keluar dari rumah sakit, hingga foto-foto Novel yang diperban di bagian kepala dan hidung.
Laporan polisi itu tertuang pada nomor LP/7171/XI/2019/PMJ/Dit. Krimsus. Dewi melaporkan Novel dengan Pasal 26 ayat (2) junto Pasal 45 A Ayat (2) UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 A ayat 1 UU RI nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.
Dewi Berpotensi Dijerat Pasal Hoaks
Karena itu, Isnur menilai Dewi Tanjung bisa dijerat pasal penyebaran hoaks. Sebab, kata dia, Dewi memberikan “laporan palsu” kepada pihak kepolisian sehingga dapat dijerat Pasal 220 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam pasal tersebut berbunyi "Barang siapa memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu perbuatan pidana, padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan".
“Sebenernya, kan, laporannnya itu melecehkan kerja-kerja penyidikan kepolisian yang selama ini dilakukan juga,” kata Isnur saat dihubungi reporter Tirto, Senin (11/11/2019).
Padahal, kata Isnur, berbagai fakta dan bantahan sudah disampaikan langsung oleh Novel termasuk pimpinan KPK. Bahkan, selama ini pemerintah secara resmi memberikan bantuan untuk pengobatannya.
Lalu, kata Isnur, Tito Karnavian yang saat itu menjabat sebagai Kapolri juga telah menyaksikan langsung kondisi Novel tak lama setelah kejadian.
“Secara tidak langsung pelapor [Dewi] sebenarnya telah menuduh bahwa kepolisian, Komnas HAM termasuk Presiden tidak bekerja berdasarkan fakta hukum benar,” kata dia.
Menurut Isnur, seharusnya pihak kepolisian bisa membuat laporan model A terkait hoaks Dewi, tanpa menunggu laporan dari masyarakat.
Laporan model A adalah laporan polisi yang dibuat oleh anggota Polri yang mengalami, mengetahui, atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi.
“Iya, pidana delik laporan, polisi bisa membuat laporan model A dan polisi seharusnya tidak memproses laporan Dewi,” kata Isnur.
Hal senada diungkapkan pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Jakarta, Abdul Ficar Hadjar. Ia mengatakan Dewi Tanjung bisa dikenakan Pasal 220 KUHP tentang laporan palsu.
Selain itu, kata Ficar, Dewi juga bisa dikenakan pasal pencemaran nama baik. Alasannya, Dewi telah menuduh Novel melakukan rekayasa penyiraman air keras terhadap penyidik KPK itu.
“Apa yang dilakukan Dewi Tanjung tidak ada dasar pembenarannya, terlebih secara hukum,” kata Ficar saat dihubungi reporter Tirto, Senin (11/11/2019).
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISeSS) Bambang Rukminto juga menyatakan Dewi Tanjung sangat bisa dijerat pasal penyebaran hoaks.
Apalagi, kata dia, laporan Dewi itu telah mencoreng dan menghina profesionalisme Polri yang sudah berusaha mengungkap kasus Novel selama dua tahun lebih.
“Bisa dijerat laporan palsu,” kata Bambang kepada reporter Tirto, Senin (11/11/2019).
Meski demikian, kata Bambang, “biasanya polisi tak bergerak bila tak didorong laporan dari pihak yang dirugikan [Novel].”
Dalih Polda Metro dan Dewi Tanjung
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono enggan menanggapi lebih jauh apakah Dewi bisa dijerat pasal penyebaran hoaks dan juga polisi akan mengeluarkan laporan Model A atas laporannya tersebut.
Argo menuturkan, pihaknya akan mengecek terlebih dahulu laporan dari politikus PDIP itu sampai selesai.
“Laporan Dewi Tanjung dulu kami cek," kata dia di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (1111/2019).
Saat ini, kata Argo, laporan Dewi Tanjung telah diterima oleh Polda. Penyidik, kata dia, pada Senin, 11 November 2019 telah memanggil Dewi Tanjung untuk dimintai klarifikasi soal laporan tersebut.
“Nanti kami penyidik akan menanyakan di sana yang dilaporkan apa, kan, gitu. Terus kemudian yang jadi masalah apa? barang buktinyaknya apa? dan saksi siapa aja," ucap Argo yang dipromosikan jadi Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri [hingga berita ini dirilis, ia belum dilantik].
Sementara Dewi Tanjung berdalih laporan dia ke polisi itu bukan menyebarkan hoaks. Jika ada pihak yang menilai laporannya itu menyebarkan berita bohong, maka sebaiknya mereka juga dapat membuktikan letak hoaks tersebut.
“Laporan saya, kan, juga dorong polisi membuktikan juga supaya kasus ini terkuak,” kata Dwei, di Kantor Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (11/11/2019).
Dewi mengklaim, tak masalah jika tim kuasa hukum Novel Baswedan melaporkan balik dirinya ke polisi. Sebab, kata dia, itu merupakan hak Novel.
Dewi bahkan menyatakan siap menjalani proses hukum jika dilaporkan balik ke polisi.
“Masa saya harus bilang wow gitu, kan. Masa saya harus kaget, saya sudah tahu ya, kan [akan dilaporkan balik]” kata Dewi sambil menempelkan kedua telapak tangannya di pipi dia dan dengan ekspresi kaget.
“Saya, kan, enggak mungkin nangis juga oke,” kata dia. [tio]