DEMOKRASI.CO.ID - Pemberian grasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap mantan Gubernur Riau Annas Mamun mendapatkan kritik keras dari berbagai kalangan.
Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID) Jajat Nurjaman mengatakan, pemberian grasi kepada koruptor semakin menguatkan dugaan publik semakin lemahnya komitmen Jokowi dalam pemberantasan korupsi terbukti benar.
Jajat menyebutkan, kasus korupsi masuk dalam kategori kejahatan luar biasa (extraordinary crime), hal ini terlihat dari amar putusan kasasi Mahkamah Agung yang menambah sanksi hukuman Annas Ma'mun dari 6 tahun menjadi 7 tahun penjara.
Memberikan grasi pada dasarnya memang merupakan hak prerogatif Presiden, akan tetapi dalam kondisi tingkat kejahatan korupsi yang saat ini berada dalam tingkat mengkhawatirkan dan sudah menjamur di semua lini maka sepatutnya Presiden bisa memberikan pertimbangan lebih teliti dalam memberikan grasi terutama yang berkaitan dengan masalah korupsi", tutur Jajat.
Jajat menambahkan, belum hilang dalam ingatan publik atas pernyataan Jokowi yang memberikan angin segar untuk menerbitkan Perppu atas UU KPK yang baru. Namun demikian, hingga saat ini tidak pernah dibuktikan oleh Jokowi, kaitannya dengan pemberian grasi kepada koruptor ini seperti sebuah penegasan jika Jokowi memang sejak awal tidak pernah perduli akan penegakan hukum kasus korupsi.
Kejadian ini jelas merupakan preseden terburuk dalam penegakan hukum kasus korupsi di Indonsia, semua upaya KPK dalam memberantas korupsi pada akhirnya harus runtuh dengan pemberian grasi oleh Presiden, tanpa adanya komitmen jelas dari pemerintah mustahil negara ini bisa bebas dari korupsi," tutup Jajat.(rmol)