HANCUR HAM di rezim ini. Isu radikalisme telah menjadi senjata pembunuh. ASN menjadi sasaran pembunuhan. Diawali dengan teror oleh Negara. "Terorisme" negara berjalan masif.
Mengerikan, 11 Instansi atau Kementerian menandatangani "portal aduan radikalisme" sedikit saja reaksi, apalagi simpati terhadap yang menurut pemeritah berbau radikal akan bermasalah dengan instansinya. Termasuk Kementerian yang dipimpin alumni negara liberal Amerika Nadiem, Perguruan Tinggi. Kementerian Agama seolah menjadi "leading sector". Menterinya kasar eh galak, bro.
Medsos diawasi ketat. Semua interaksi menjadi penuh dengan ketakutan. Waduh kasihan ASN menjadi korban pertama target pelanggaran HAM oleh negara.
Ungkapan para Menteri seperti benar "kalian dibayar oleh negara, harus patuh pada negara". Benarkah dibayar negara? Mengapa tidak jujur bahwa ASN dibayar rakyat?
Patuh pada negara bukan berarti harus jadi budak, bermental budak. Hilang jiwa berani dan korektif. Hal ini sama saja dengan penjajahan oleh bangsa sendiri.
Portal pengaduan dapat membangun kultur "main lapor" seenaknya. Baru asumsi, interpretasi atau persepsi sendiri tentang konten radikal sudah diadukan melalui portal tersebut.
Ini akan berefek pencemaran atau bisa merugikan seseorang. Kita negara hukum oleh karenanya semua mesti berlandas hukum. Jika diduga melakukan pelanggaran hukum maka sudah ada mekanisme pelaporan atau pengaduan kepada pihak yang berwenang.
Jangan karena iri, dengki, atau motif lain lalu "main adu". Dampaknya di instansi antarpegawai akan saling curiga dan terjadi benih perpecahan.
Radikalisme mesti terdefinisi secara hukum dahulu baru jelas indikatornya. Tanpa itu, akan menjadi multi tafsir dan hal ini bisa merusak pribadi atau juga instansi.
Pasal 317 ayat (1) KUHP mengatur "pengaduan fitnah". Bagi pelapor atau pengadu yang kemudian ternyata terlapor tak terbukti maka baginya dikenakan delik pengaduan palsu. Maksimum penjara 4 (empat) tahun.
Ini pendidikan hukum. Ini ajaran kehati hatian. Hukum harus melindungi.
Bagaimana perlindungan hukum dalam kasus "portal pengaduan radikal"? Jelas menjadi persoalan tersendiri.
Jika terus digembor-gemborkan, usul konkret saja untuk Pak Presiden sebagai koordinator 11 Kementerian dan Lembaga Negara, bagaimana jika dilarang saja penggunaan HP (Hand Phone) di seluruh Indonesia, khususnya bagi ASN. Agar tercegah dari kesalahan kekhilafan, atau ketidaksabaran atas gaya pemerintahan yang otoriter.
Radikalisme pada media sosial, apapun definisinya, dijamin terberantas. Semua Menteri dapat tidur nyenyak dan tidak terganggu oleh manusia manusia "radikalis" penghuni Negara Indonesia
Penjajah Belanda nyatanya bisa menekan rakyat 350 tahun. Jadi, belajarlah dari Belanda yang "hebat" itu.
Bravo hantu radikalisme. You are the Winner!
M Rizal Fadillah
Pemerhati Politik