DEMOKRASI.CO.ID - Bos First Travel Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan tak terima dengan hasil putusan kasasi yang menyatakan penyitaan aset biro perjalanan umroh tersebut.
Sebaliknya, pasangan suami-istri yang membuat ribuan jemaahnya terkatung-katung itu berencana mengajukan peninjauan kembali (PK).
Hal itu disampaikan kuasa hukum bos First Travel, Pahrur Dalimunthe dihubungi wartawan, Selasa (19/11).
“Klien kami (Andika Surachman) dalam waktu dekat akan mengajukan permohonan Peninjauan Kembali,” kata dia.
Salah satu alasan yang dikemukakan adalah pihaknya mengklaim menemukan bukti baru.
Di antaranya kekeliruan putusan majelis hakim tingkat pertama hingga kasasi.
Rencananya, upaya hukum luar biasa itu akan diajukan dalam dua pekan ke depan.
“Detailnya akan kami sampaikan saat pengajuan PK,” ucap Pahrur.
Di sisi lain, Pahrur menambahkan, kliennya sepakat dengan pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang menyebut putusan kasasi MA dinilai bermasalah. Karena aset First Travel seluruhnya dirampas negara.
“Karena seharusnya secara hukum aset barang bukti pada kasus ini dikembalikan kepada korban (jamaah),” terang Pahrur.
Sebelumnya, Mahkamah Agung ( MA) menguatkan vonis yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Depok dan Pengadilan Tinggi Bandung dalam perkara First Travel.
Dalam putusan Nomor 3096 K/Pid.Sus/2018 Tahun 2019 yang dibacakan pada 31 Januari 2019, majelis hakim yang dipimpin Andi Samsan Nganro memutuskan agar barang bukti yang disita dalam perkara tersebut dirampas untuk negara.
Sementara, Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan bahwa pihaknya bersikeras tetap akan mengambalikan aset tersebut kepada para jamaah.
Saat ini, masih dilakukan upaya hukum lainnya terkait hal tersebut.
“Bukan melelang kok. Ini akan dipelajari, dan kalau memang itu salah, saya akan minta dia meluruskan dan mempertanggungjawabkan,” kata Burhanuddin di Kantor Kejaksaan RI, Jakarta Selatan, Senin (18/11).
Pihaknya juga memastikan bahwa barang bukti hasil sitaan jaksa jumlahnya tidak akan berkurang.
Oleh karena itu, dia berharap aset tersebut bisa dibagikan ke jamaah seperti tuntutan jaksa dalam persidangan.
“Kita berpendapat harusnya dikembalikan kepada korban bukan disita untuk negara. Ini menjadi masalah. Eksekusi kita kesulitan kan,” tegasnya. [ps]