DEMOKRASI.CO.ID - Ibu guru Rahmah (35) harus menerima kenyataan pahit menjadi seorang tenaga pendidik.
Wanita yang sudah belasan tahun menjadi guru honorer ini babak belur ditampar oleh orangtua murid atau wali muridnya di sekolah.
Sang ibu guru cuma bisa pasrah meratapi nasibnya menjadi korban penganiayaan meskipun gaji hanya ratusan ribu per-bulan.
Wajah Rahmah memar akibat ditampar oleh orangtua dari siswanya tersebut.
Tak hanya itu, kerudung yang ia pakai pun nyaris terlepas lantaran ditarik oleh orangtua murid yang saat ini menganiayanya.
Perjuangannya mendidik anak-anak di sekolah dibayar dengan kekerasan yang dilakukan oleh orangtua dari anak didiknya.
Rahmah bukanlah seorang guru baru, ia sudah belasan tahun mengabdikan dirinya sebagai seorang guru Sekolah Dasar (SD).
Dikutip TribunnewsBogor.com dari Serambinews.com, sejak 22 juli 2005 silam, Rahmah sudah menjadi seorang guru.
Ia sudah 14 tahun mengabdikan dirinya menjadi seorang guru honorer di SDN Jambi Baru dengan gaji jauh dari cukup.
Bahkan, Rahmah harus ikhlas menerima gaji Rp 300 ribu perbulan selama 12 tahun sejak tahun 2005 hingga 2016.
Namun, pada tahun 2017 lalu sampai sekarang gajinya sebagai seorang guru honorer naik menjadi Rp 800.000 per-bulan.
Meskipun terbilang sudah naik, namun upah yang diterimanya masih jauh dari cukup dengan kondisi saat ini.
Alumni SMAN 1 Simpang Kiri dengan pendidikan terakhir DII PGSD ini ikhlas berusaha ikhlas menerimanya meskipun upahnya jauh dari kata layak sebagai tenaga pendidik anak bangsa.
Angka Rp 800.000 per bulan sebenarnya belum lah layak untuk seorang guru yang mengajar anak-anak di negeri ini.
Namun, tekad Rahmah ingin mendidik anak-anak di desanya agar menjadi generasi yang berguna untuk bangsa yang membuatnya tak pernah patah semangat.
Rahmah memang tak lagi punya peluang menjadi PNS jika rekrutmen jalur umum lantaran usianya telah mencapai 35 tahun.
Dia hanya berharap ada keajaiban dapat menjadi bagian dari ASN.
Meskipun, itu semua semua hanya angan-angan yang tak bisa terlalu diharapkan.
”Yang penting tujuan utama saya mengabdi untuk daerah, karena memang latar belakang pendidikan saya guru,” kata Rahmah, Minggu (24/11/2019).
Namun, pengabdian putri kedua alm. Marhaban mantan kepala Desa Jambi Baru ini selama 14 tahun mengajar anak di tempat kelahirannya tersebut berbuah pahit karena dibalas dengan penganiayaan oleh wali muridnya.
Rahmah justru dianiaya oleh wali muridnya sendiri hingga jilbab yang dikenakan robek dan mengalami memar atau bagian tubuh memerah akibat ditampar dan dicubit.
Bukan hanya itu, perlakukan ‘persekusi’ juga kerap dialami oleh Rahmah dalam kurun dua bulan terakhir oleh wali murid yang sama.
Tubuh Rahmah yang kecil tak berdaya melawan ganasnya wali murid sang penganiaya dengan postur tubuh lebih besar.
Terdapat warna merah bagian lengan Rahmah akibat penganiayaan yang sempat diabadikan dengan kamera handphone.
“Saya tak tau bagian mana yang duluan dipukul, karena situasi sudah heboh, saya terus diserang ditampar dan dicubit, jilbab saya dijambak sampai koyak,” terang Rahmah
Penganiayaan dan penyerangan bukan hanya membuat Rahmah terluka dan shock tapi, putra pertamanya Prasetia Aulia Rahman yang masih duduk di kelas satu hingga sekarang masih trauma.
Sampai saat ini, sang putra bu guru ini masih ketakutan manakala melihat orang karena sering menyaksikan ibunya diserang dengan kata-kata kasar dan keras.
Kronologi Kejadian
Korban yang merupakan guru honorer di Sekolah Dasar (SD) Negeri Jambi Baru tersebut kini mengalami trauma akibat kejadian itu.
Insiden penganiayaan yang dialami oleh sang ibu guru ini terjadi di depan gerbang sekolah tempat Rahmah mengajar yang berlokasi di Jambi Baru, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam.
Tak hanya ditampar, bahkan kerudung Rahmah sampai terlepas lantaran ditarik oleh orangtua siswa berinisial SH alias MP.
Kasus penganiyaan ini pun sekarang berujung di kantor polisi.
Korban telah melaporkan kejadian yang dialaminya kepada aparat penegak hukum.
Kejadian ini heboh lantaran banyak warga yang mengecam tindakan pelaku yang tega menganiaya seorang guru perempuan.
Rahmad Menceritakan kejadian penganiayaan yang dialaminya tersebut.
Dikutip TribunnewsBogor.com dari Serambinews.com, kasus penganiayaan terhadap Rahmah guru honorer tersebut terjadi Rabu (20/11/2019).
Namun, kejadian itu baru heboh pada Sabtu (23/11/2019) setelah ramai diperbincangkan oleh warga.
Rahmah mengaku masih shock atas kejadian yang dialaminya tersebut.
Ia menceritakan kronologis hingga pristiwa pemukulan terhadapnya.
Rahmah mengaku hanya mengingat beberapa pemukulan yang dialaminya berupa penamparan hingga membuat memar dan kepalanya bengkak.
Selain itu, oknum wali murid berinisial SH alias MP itu juga mencubitnya hingga membiru.
Dikatakan, saat dianianya dia tak tau lagi lantaran bergumul hingga jilbabnya ikut tersingkap. Peristiwa miris ini terjadi tepat di depan pintu gerbang sekolah.
Sayangnya, warga yang menyaksikan tidak ada yang melerai hingga Rahmah mengalami memar. Bahkan akibat penganiayaan, Rahmah belum berani masuk ke sekolah karena shock.
Sang ibu guru Rahmah juga mengaku kepalanya masih sakit sehingga belum mampu ke sekolah. Kalaupun ke sekolah, kata Rahmah dia harus ditemani karena trauma dan kuatir kembali bertemu dengan wali murid atau orangtua siswa yang menganiayanya.
Rahmah mengaku telah melaporkan ke Mapolsek Sultan Daulat atas penganiayaan yang menimpanya dengan nomor surat tanda laporan LP-B/12/XI/2019/Sek Sultan Daulat 2019.
Rahmad berharap kasusnya cepat selesai dan tidak ada guru lain yang menjadi korban keganasan orangtua siswa.
”Saya berharap kasus ini diproses secara hukum sampai tuntas. Jangan sampai ada lagi kejadian sama yang menimpa guru. Terus terang kami trauma, saya masih shock, anak saya takut,” ujar Rahmah.
Anak Pelaku Dipaksa Mengaku
Kapolres Aceh Singkil AKBP Andrianto Agramuda melalui Kapolsek Sultan Daulat, AKP Dodi saat dikonfirmasi Serambinews.com, Minggu (24/11/2019) malam mengatakan, terkait tuduhan wali murid, bahwa sang guru mencubit anaknya saat belajar, harus bisa dibuktikan sang wali murid dengan bukti dan saksi-saksinya.
Menurut AKP Dodi, sejauh ini tidak ada bukti kuat jika sang guru mencubit anak pelaku penganiayan.
Malahan, kata AKP Dodi, sekilas terdengar dari para murid maupun guru di sana, ternyata pelaku memaksa anaknya untuk mengakui bahwa gurunya yang mencubit.
Masalahnya, anak yang masih duduk di kelas IIIB itu takut, sehingga apa yang disuruh ibunya dituruti.
Namun fakta di lapangan, guru maupun murid-murid membantah melihat Rahmah ada mencubit anak pelaku.
”Setelah kami telusuri ke sekolah, bahwa baik guru atau murid-murid mengatakan tidak ada korban mencubit anak pelaku. Bahkan memukul juga tidak ada, sudah kami telusuri itu,” terangnya [tn]