DEMOKRASI.CO.ID - Twitter diramaikan dengan trending #ILCBUZZER lantaran ILC baru saja menayangkan episode tentang buzer di Istana.
Para warganet kini sedang bertanya-tanya tentang kebenaran adanya buzzer untuk Istana.
Sebelumnya Tenaga Ahli Utama Kantor Staff Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin pernah ditanya tentang buzzer ini.
Dilansir oleh TribunWow.com, Ngabalin pernah menjelaskan bahwa media sosial merupakan tempat yang memiliki pengaruh besar di masa kampanye presiden lalu.
Hal itu disampaikan Ngabalin saat menjadi bintang tamu di acara 'Dua Arah', Senin (7/10/2019).
Ngabalin menyebutkan Buzzer bisa dikatakan sebagai Cyber di dunia maya.
"Buzzer itu kan sebetulnya ketika kita berbicara mengenai industry 4.0, maka istilah Buzzer itu dikenal dengan istilah Cyber di dunia maya," kata Ngabalin.
"Saya ingin mengatakan pada pemirsa dan teman-teman semua, pasukan cyber ini bangkit dari satu kesadaran yang mereka miliki," ucap Ngabalin.
Ia menyebut di semua negara pasti terdapat buzzer.
Menurutnya, media sosial saat ini sangat berperan dalam pemerintahan.
"Centang perenangnya negara itu juga tidak lepas dari seberapa dahsyatnya kekuatan media sosial," ujarnya.
"Jadi kalau ada kesadaran para netizan terhadap bangsa dan keselamatan negara mereka tentang NKRI-nya, tentang pemerintahannya."
Ngabalin menyatakan, terkait siapa yang mengoordinir buzzer itu perlu dilakukan penelitian.
Sebab, kini banyak berita hoaks yang tersebar di media sosial.
"Nah itu yang saya kira harus butuh diteliti, supaya tidak menjadi fitnah, karena urusan fitnah-fitnah, caci-maki terhadap berita bohong itu," tutur Ngabalin.
Ngabalin juga tak menampik bahwa buzzer memiliki peran penting dalam kampanye.
"Bahwa media sosial dipakai untuk pengembangan pesan ketika orang berkampanye," ucapnya.
Namun, ia menampik pihak istana memanfaatkan buzzer untuk memenangkan Jokowi dalam Pilpres 2019 lalu.
"Tidak, kalau KSP (Kantor Staff Presiden) kalau kita cerita tentang kampanye KSP tidak ada hubungannya, mungkin nanti Mas Joko bisa menjelaskan," ujarnya.
Meski begitu, ketika media sosial twitter ramai dengan buzzer istana, warganet menemukan bukti terkait adanya buzzer untuk istana.
Hal tersebut ternyata pernah diungkap oleh seword.com di akun facebooknya menyebut terang-terangan tentang buzzer.
Bahkan akun tersebut buka-bukaan terkait nama-nama dalam anggota buzzer mereka yang bekerja ketika debat presiden lalu.
Dan dalam nama tersebut terdapat nama-nama yang kini disebut-sebut memang sebagai buzzer untuk istana.
Yakni Denny Siregar, Eko Kuntadhi, Abu Janda dan sebagainya.
Dalam unggahan Seword.com tersebut menuliskan bahwa kelompok mereka bekerja dan berkumpul bersama untuk membuat konten spontan ketika debat presiden berlangsung.
"Lima kali debat capres cawapres, lima kali pula kami berkumpul untuk nonton bersama.
Membuat konten secara spontan untuk merespom setiap pernyataan," tulis seword.com.
Kasih ke Ngabalin, nie yg nuduh Presiden Jokowi pengelola Buzzer, seword! Hayoo mau diapain 🤭 #ILCBuzzer@haikal_hassan @Dahnilanzar @karniilyas @vasco_ruseimy @AryaSinulingga @ismailfahmi pic.twitter.com/9rrpx9ZGVe— Raja Purwa (@R4jaPurwa) October 8, 2019
Kemudian unggahan tersebut menulis jelas tentang siapa saja yang menjadi anggota tim yang bekerja saat debat tersebut.
Diantaranya ada nama Yusuf Muhammad, Katakita, Abu Janda, Aldi El Kaezzar, Pepih Nugraha, Info Seputar Presiden, Redaksi Indonesia, Eko Kuntadhi, Komik Kita, Komik Pinggiran, Habib Think, Salman Faris, dan Seword.com sendiri.
"Semua datang dari berbagai daerah, memenuhi panggilan Kakak Pembina," lanjutnya.
Yang tak kalah mencengangkan adalah bahwa tim tersebut hanya kakak pembina dan Presiden yang mengetahuinya.
Mereka bahkan menyebut diri mereka seperti Avengers yang setiap orangnya saling menjaga, menahan diri untuk tidak mengambil gambar.
Namun ternyata Seword.com malah mengambil gambar dan mengabadikan momen tersebut dan menulis unggahan itu.
Seword yang menjelaskan tentang adanya tim saat debat capres cawapres, disebut sebagai buzzer istana. Ada nama Denny Siregar, Abu Janda dan Eko Kuntadhi. |
Seword yang menjelaskan tentang adanya tim saat debat capres cawapres, disebut sebagai buzzer istana. Ada nama Denny Siregar, Abu Janda dan Eko Kuntadhi. |
Denny Siregar Akui Pertemuan Tersebut
Denny membenarkan pertemuan itu.
Ia mengungkapkan bahwa saat itu, mereka berkumpul untuk mengkoordinasikan materi kampanye Jokowi di media sosial.
Denny mengaku mereka tak dibayar untuk itu. "Memang buat saya seharusnya kita begitu kampanye itu.
Pihak lawan juga begitu. Semua punya agenda membela yang dipilihnya," ujar Denny.
Hal yang sama diungkapkan Pepih Nugraha, aktivis media sosial.
Pepih menyebut sosok "Kakak Pembina" mengacu pada siapa pun di sana yang paling jago membuat konten.
Berbeda dengan Denny, Pepih mengaku dalam pertemuan itu ada sejumlah uang yang diberikan tim kampanye untuk mereka.
Namun uang itu sebatas ongkos operasional dan upah bagi mereka.
"Kaya misalnya Ninoy (Karundeng), dia mengaku digaji Rp 3,2 juta. Kan memang sebagai buzzer ada imbalannya lah. Gajian semua pasti ada... Bohong kalau dibilang enggak ada," ujar Pepih.
Setelah pilpres, menurut Pepih, para pegiat sosial media pendukung Jokowi, tak lagi terorganisasi seperti saat kampanye.
Kesamaan isu yang diangkat para buzzer pendukung Jokowi karena memang mereka pendukung Jokowi garis keras.
"Karena kita dipersatukan dengan kepentingan yang sama, sehingga kita seolah-olah sama narasinya," kata Pepih.
Soal ada atau tidaknya akun lain yang saat ini dibayar untuk membela pemerintah di sosial media, baik Denny atau Pepih mengaku tak tahu soal itu.
Pemerintah Bantah Adanya Buzzer
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut buzzer pendukung Presiden Joko Widodo yang tersebar di media sosial tidak dibayar.
Ia membantah Kantor Staf Kepresidenan yang dipimpinnya menjadi pemimpin para buzzer dari Jokowi.
Tak hanya itu, ia juga sependapat bila buzzer semua pihak di media sosial agar ditertibkan.
Selain menyebut buzzer Jokowi tak dikomando, Moeldoko juga menegaskan bahwa Presiden Jokowi tidak membutuhkan dukungan yang destruktif dari para buzzer-nya.
Moeldoko mengamati bahwa selama ini buzzer Jokowi kerap melemparkan kata-kata yang tak layak didengar dan tidak enak di hati.
"Yang diperlukan adalah dukungan dukungan politik yang lebih membangun, bukan dukungan politik yang bersifat destruktif," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (4/10/2019).
Staf khusus presiden bidang komunikasi, Aditia Irawati juga memastikan buzzer istana secara resmi tidak pernah ada.
"Buzzer istana ini kan istilah yang diciptakan oleh netizen sendiri. Kita itu secara official kita enggak pernah ada buzzer istana," ujar Adita ditemui di sela gelaran Siberkreasi di Jakarta, Sabtu (5/10/2019), seperti dikutip Antara.
Namun, ia tak membantah bila terdapat sebagian pengguna media sosial yang membentuk suatu blok secara militan untuk mendukung pihak tertentu.
Blok-blok tersebut ada yang bersifat organik, asli manusia bukan mesin, dan ada juga yang bersifat anorganik.
Dengan militansinya tersebut, blok yang bersifat organik membela apa yang menjadi program ataupun keputusan dari pemerintah.
Menurut dia lagi, di antara mereka yang organik, sebagian besar ialah relawan dan biasanya mereka tanpa perlu ada instruksi. [tn]