DEMOKRASI.CO.ID - Memulai periode kedua pada 20 Oktober 2019, Presiden Joko Widodo didesak untuk mempertegas komitmen dalam melindungi hutan, mengakui serta melindungi hak-hak masyarakat adat.
Di seratus hari pertama, Presiden seyogyanya bisa tanpa beban menyatakan perlindungan total hutan alam tersisa dan menghukum para perusak hutan.
Harapan ini disampaikan oleh Koalisi Golongan Hutan dua hari sebelum pelantikan Presiden dan Wakil presiden terpilih periode 2019-2024 Joko Widodo dan Maruf Amin.
Koalisi Golongan Hutan berpendapat, jika Jokowi terus membiarkan pembukaan hutan alam dan gambut, maka dia menjadi penerus rezim kebakaran hutan dan mencederai kehidupan jutaan rakyat Indonesia.
Sejak September 2019, Koalisi Golongan Hutan telah mengajak masyarakat luas mengisi petisi di laman Change.org yang berjudul "Minta Presiden Berjanji Untuk Menjaga Hutan Kita di Pidato Pelantikannya". Hanya dalam waktu satu bulan, petisi ini telah didukung lebih dari 32.400 warga yang menandatangani petisi change.org/demi hutan.
Direktur Eksekutif Nasional WALHI Nur Hidayati menyatakan bahwa pelantikan nanti menjadi titik krusial bagi pemerintahan ke depan untuk menjalankan komitmen politiknya di dalam memastikan agenda penyelamatan hutan.
"Harusnya Presiden mendengarkan suara rakyat, dan tidak tersandera dengan kepentingan lain yang justru akan semakin menghancurkan hutan dan ruang hidup rakyat. Presiden Joko Widodo harus melindungi hutan yang tersisa dan hak 50-70 juta jiwa masyarakat lokal dan/atau masyarakat adat yang hidup dengan hutan. Presiden juga membuka ruang demokrasi seluas-luasnya bagi masyarakat sipil, agar rakyat dapat mengambil peran di dalam menyelamatkan hutan Indonesia," tuturnya dalam keterangan tertulis, Jumat (18/10).
Hutan Indonesia terkenal di dunia sebagai hutan tropis dengan luas tutupan ketiga terbesar setelah Brazil dan Kongo. Jumlah spesies mamalia, palmae dan burung endemik juga terbanyak di dunia. Hutan Indonesia adalah pemasok 80 persen tanaman obat dunia. Reputasi dan potensi hutan Indonesia terancam akibat penggundulan masif dan kebakaran.
"Jika tidak dijaga, kehebatan hutan kita niscaya hilang. Sampai bulan Desember tahun 2017, pemerintah mengklaim luas kawasan hutan mencapai 120,6 juta hektar, atau 63 persen dari luas daratan. Kawasan hutan ini tidak selalu memiliki tutupan hutan, tetapi secara hukum harus bertahan sebagai hutan permanen," ucap Nur Hidayati.
Koalisi Golongan Hutan menyayangkan peristiwa kebakaran hutan 2019 yang kembali membuktikan pemerintah belum serius dalam melakukan pencegahan kebakaran hutan, gambut dan lahan.
"Pemerintah wajib melawan semua bentuk pengrusakan hutan dan memberi sanksi kepada semua perusahaan pembakar hutan, dan memastikan hukum ditegakkan kepada mereka yang bersalah. Janji menjaga hutan dalam pidato pelantikannya akan menjadi penegasan bahwa Presiden Joko Widodo menjadikan hutan dan lingkungan hidup sebagai prioritas utama," kata Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak menambahkan.
Lebih lanjut, menurut Leo, salah satu hal penting yang harus dilakukan pemerintah adalah membuka data pemilik izin konsesi dan petanya, agar semua warga negara dapat melakukan pengawasan bersama.
"Greenpeace akan menagih janji-janji Presiden yang lalu dan mendatang, termasuk tentang penyelesaian masalah kebakaran hutan," tambahnya. Greenpeace juga mengajak masyarakat berpartisipasi bersama dalam menagih janji dan menegaskan kembali janji politik Presiden.
Menurut Direktur Eksekutif Kemitraan Monica Tanuhandaru, mereka yang menginginkan Indonesia maju secara adil, inklusif dan berkelanjutan menunggu komitmen tegas Jokowi terhadap perbaikan tata kelola kehutanan dan lingkungan hidup.
"Kebakaran hutan dapat dicegah dan diantisipasi dengan kerja bersama pemerintah provinsi, kabupaten hingga ke tingkat desa yang cepat tanggap dan penegakan tata kelola. Praktikpraktik baik, banyak berlangsung di akar rumput dan bisa direplikasi. Kami percaya partisipasi publik, terutama kalangan milenial, akan sangat membantu meningkatkan rasa melindungi hutan dan mencegah kebakaran," kata Monica.
Sementara itu, Strategic Engagement Director Yayasan Madani Berkelanjutan Nadia Hadad menyampaikan bahwa komitmen tegas Presiden dalam melindungi hutan adalah bagian penting dalam mencapai komitmen iklim Indonesia.
"Komitmen iklim Indonesia adalah jangkar berbagai kebijakan korektif terkait perlindungan hutan dan lahan gambut, yang bertumpu pada moratorium hutan, moratorium sawit, restorasi gambut dan perhutanan sosial," ujarnya.
Untuk mencapai komitmen iklim tersebut, Presiden harus tegas dalam menegakkan kebijakan pelarangan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut.
Presiden juga harus memimpin percepatan restorasi gambut untuk mencegah kebakaran, mengimplementasikan moratorium sawit secara konsisten, dan memperkuat ambisi iklim Indonesia agar ekonomi Indonesia lebih tangguh dan dapat mencapai visi Indonesia Negara Maju 2045. [rm]