DEMOKRASI.CO.ID - Pernyataan tokoh nasional, Rizal Ramli terkait dengan dampak negatif buzzer terhadap iklim demokrasi Indonesia pada tahun lalu terbukti pada sekarang ini.
Kepala Staf Presiden Moeldoko-pun mengakui bahwa kelakuan minus para buzzer berdampak negatif untuk citra pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo.
"Ya kita melihat dari emosi yang terbangun, emosi yang terbangun dari kondisi yang tercipta itu merugikan. Jadi ya yang perlu dibangun emosi positif lah," kata Moeldoko di Jakarta, Jumat (4/10/2019).
"Karena kalau buzzer-buzzer ini selalu melemparkan kata-kata yang tidak enak didengar, tidak enak di hati. Nah itu lah destruktif dan itu sudah enggak perlu lah. Untuk apa itu?" sambung mantan Panglima TNI itu.
Medio Agustus 2018, Rizal Ramli pernah meminta kepada capres yang akan bertarung pada Pilpres 2019 untuk beradu gagasan ketimbang memelihara buzzer untuk membuat "kebisingan" di media sosial.
Fenomena buzzer, menurut mantan anggota Tim Panel Bidang Ekonomi PBB itu, hanya menjadi perusak demokrasi. Karena, kata Rizal Ramli, celotehan mereka tidak ada isinya, hanya kebisingan yang disebarkan oleh mereka, bukan gagasan.
"Buzzer itu kan orang yang dibayar untuk membuat noise, kebisingan," kata Rizal di kantor PBNU tahun lalu.
"Para capres janganlah pakai buzzer-buzzer lagi, karena semakin banyak buzzer semakin rusak demokrasi kita," tandas pria yang karib disapa RR itu. [kat]