DEMOKRASI.CO.ID - Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menolak apabila Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno menegaskan, Fraksi PDIP di DPR RI berpandangan sebaiknya para pihak yang memprotes hasil revisi UU KPK itu menempuh mekanisme judicial review (uji materi UU ke MK) dan legislative review (upaya mengubah UU melalui DPR RI).
"Sedikit memakan waktu tetapi prosesnya lebih sehat, ada di jalur hukum, bukan dengan hasil tarik menarik kepentingan politik," ujar Hendrawan di Jakarta, Senin (8/10/2019), seperti dilansir CNN Indonesia.
Dia pun menuding sejumlah pihak memprotes revisi UU KPK yang disahkan menjadi UU pada 17 September lalu sebenarnya belum membaca isi keseluruhan.
"Sekarang banyak orang protes tapi belum baca UU revisinya," kata Hendrawan.
Pada pengujung masa bakti 2014-2019, DPR RI mengesahkan revisi UU KPK dalam rapat paripurna, 17 September 2019. Langkah itu lantas diikuti sejumlah aksi unjuk rasa di berbagai daerah di Tanah Air.
Merespons situasi yang ada, Jokowi pun mempertimbangkan akan merilis Perppu KPK. Sikap Jokowi kemudian disikapi negatif koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf dalam perhelatan Pilpres 2019.
Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh menceritakan soal pertemuan beberapa petinggi partai dengan Jokowi di Istana Bogor beberapa hari lalu. Dalam pertemuan itu dibahas soal kesepakatan partai-partai pengusung pemerintah atas beberapa pikiran yang kritis dan aksi mahasiswa agar Jokowi menerbitkan Perppu KPK.
"Pikiran kita adalah karena sudah masuk sengketa di MK, ya salah juga. Kita tunggu dulu bagaimana proses MK menindaklanjuti gugatan itu. Jadi jelas, Presiden bersama parpol pengusung sudah sama," ujarnya saat dijumpai di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/10/2019).
Ia menekankan lagi, artinya perjumpaan malam itu bulat menetapkan tak ada Perppu KPK.
"Untuk sekarang tidak ada, Belum keluarkan perppu. Kan masalahnya sudah di MK, kenapa kita harus keluarkan perppu?," tanya Surya Paloh. [cnbc]