DEMOKRASI.CO.ID - Mantan Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, menilai tidak ada masalah jika ada partai politik bergabung dengan koalisi pemerintahan. Pasalnya jika ada partai yang dulu berseberangan selama Pilpres dan tiba-tiba berkoalisi dengan rivalnya akan tetap bisa mengawasi bila parlemennya independen.
Ia menilai, kondisi parlemen saat ini takut dengan para petinggi partai sehingga menciptakan oligarki.
"Jadi sekarang cemas semua partai diajak bertemu dengan presiden. Sebenarnya kecemasannya adalah karena khawatir DPR tidak independen," kata Fahri saat menjadi pembicara di acara Indonesia Lawyers Club tvOne, Selasa 22 Oktober 2019.
Bagi Fahri, saat Jokowi dilantik menjadi presiden untuk periode keduanya, sudah sangat tegas mengisyaratkan ke depan pemerintahan akan fokus bekerja agar Indonesia menjadi negara maju. Tidak ada pernyataan yang menyinggung soal penegakan hukum, hak asasi manusia dan isu - isu internasional.
Menurut dia, persoalan rekonsiliasi sudah selesai ketika Jokowi meneken UU MD3 yang hanya mengubah satu pasal yakni semua partai menjadi pimpinan MPR.
"Dia (Jokowi) ingin ajak semua partai, dalam rekonsiliasi termasuk PKS, sudah menikmati satu Wakil Ketua MPR. Itu buah dari rekonsiliasi," kata dia.
"Tetapi kalau Pak Jokowi berani mengajak partai politik ke depan supaya independen DPR sebenarnya inheren dengan ajakan itu," tambahnya.
Itu lah, kata Fahri, banyak orang salah kaprah terhadap sistem presidensial. Menurut dia, di negara-negara maju parlemen punya kontrol yang kuat terhadap pemerintahan meski berada dalam koalisi.
"Makanya kita betul- betul serius penguatan parlemen," kata dia. [vn]