DEMOKRASI.CO.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan kekecewaan karena merasa tak dilibatkan oleh Presiden Jokowi dalam penyusunan kabinet, seperti halnya pada periode awal tahun 2014.
Namun demikian, anggota DPR RI, Masinton Pasaribu mengingatkan bahwa KPK tidak perlu kecewa. Sebab, pelibatan KPK bukan sebuah kewajiban.
KPK, katanya, juga tidak perlu kepo alias ingin banyak tahu soal penyusunan menteri kabinet.
“Penyusunan kabinet itu mutlak otoritas dan prerogatif presiden, prerogatif itu berarti hak khusus presiden yang tidak boleh dibagi-bagi ke siapapun," ujar Masinton di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (16/10).
"Jadi KPK tidak boleh kepo tentang kabinet sekarang siapa yang akan disusun oleh presiden,” imbuh politisi PDI Perjuangan ini.
Menurutnya, Jokowi selaku presiden memiliki banyak instrumen untuk melakukan pelacakan terhadap rekam jejak para calon menteri, tanpa harus lagi melibatkan KPK.
“Jadi secara formal tidak ada masalah kalau presiden tidak melibatkan KPK dan PPATK karena presiden punya banyak instrumen untuk melakukan tracking atau rekam jejak terhadap masing-masing anggota kabinetnya nanti,” jelasnya.
Dia menilai KPK tidak dilibatkan lantaran Jokowi telah belajar dari pengalaman saat tahun 2014 lalu di mana KPK ikut menelusuri para calon menteri.
Ya 2014 lalu iya beliau mengajak, kan pengalaman dari 2014 lalu juga beliau kemudian tidak mengajak. Harus menanyakan KPK secara formal kembali, dulu 2014 ada 8 yang distabilo merah oleh KPK pada saat itu dan 8 itu tidak jadi diangkat sebagai menteri. Dan kita tidak tahu proses penanganan perkaranya sampai sekarang 8 orang yang katanya bermasalah secara hukum itu,” katanya.
“Nah, mungkin presiden berangkat dari pengalaman itu, jadi jangan sampai KPK ini berubah fungsi menjadi komisi penghambat karier,” tutup Masinton. [rm]