Oleh Nasrudin Joha
Setelah omongan Wiranto yang menyebut "pengungsi membebani pemerintah" menuai protes publik, nampaknya pejabat di negeri ini tak juga belajar dan menakar pernyataan. Seharusnya, pejabat itu lebih baik diam jika tidak bisa bicara yang menentramkan.
Baru-baru ini, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris menyepelekan kenaikan pungutan BPJS. Fahmi mengatakan, iuran yang naik dua kali lipat sebenarnya tidak seperti itu narasinya. Ia menyepelekan Narasi dengan membuat analogi simplikasi. kelas satu itu kurang lebih Rp 5.000 per hari. Kelas dua itu sekitar Rp 3.000 per hari dan kelas tiga ngga sampai Rp 2.000 per hari, kalau kita punya uang Rp 2.000 itu bisa kita taruh per hari, begitu kilahnya.
Okelah, kita ikuti logika ngawur pimpinan BPJS ini. Jika sehari naik 5000 rupiah, maka dalam sebulan kenaikan pungutan BPJS ini besarnya 30 hari X 5000 rupiah, totalnya : 150.000 rupiah per bulan/orang.
Jika dalam satu KK (kepala kekuarga) itu ada 4 (empat) anggota keluarga, maka besaran pungutan BPJS per bulan adalah 4 X 150.000,- sehingga ditemukan angka : Rp. 600.000.-
Jika satu KK itu yang bekerja hanya ayah, dengan penghasilan minimum (untuk dibuat rata-rata saja), misalnya 2.500.000,- per bulan, maka porsi pungutan BPJS sebesar 600.000 itu telah mengambil porsi 40 % lebih dari total penghasilan.
Padahal, kebutuhan keluarga kan tidak hanya untuk membayar BPJS? Ada bayar listrik, kontrak rumah, beli sembako, transportasi, pendidikan anak, dll. Apa cukup dana 2.500.000 dikurangi 600.000 untuk biaya hidup keluarga dengan jumlah 4 orang dalam satu bulan?
Kalau buat direktur BPJS yang penghasilannya 200.000.0000,- per bulan mah ga kerasa iuran 5000 perak per hari. Misalnya, Kalau dirut BPJS punya 4 anggota keluarga, iuran BPJS per bulan sama dengan 600.000.
Angka 600.000 terhadap penghasilan 200 juta itu tidak ada apa-apanya. Tidak sampai 1 %, bahkan dibawah 0,5 % dari total penghasilan dirut BPJS. Jadi, dirut BPJS itu Kalao ngomong pungutan BPJS 5000 per hari kecil itu bagi orang yang penghasilannya 200 juta per bulan. Bagi rakyat kecil yang cuma UMR, kadang dibawah UMR jauh, itu pungutan BPJS berat sekali.
Harusnya ketika menjelaskan BPJS iuran ringan, itu dirut BPJS bilang begini "saya gaji di BPJS 200 juta, tapi saya hanya ambil lima juta. Sisanya, saya kembalikan untuk menolong keluarga tidak mampu" begitu baru keren.
Ini sudah menaikan tarif, meledek iuran ringan dianalogikan cuma 5000 perak per hari, tapi tidak empati kepada rakyat. Hei dirut BPJS coba cek ke BPS berapa penghasilan rata-rata rakyat? Jangan asal ngomong.
Kalau rakyat di negeri ini, setiap keluarga penghasilannya minimal 20 juta (tak perlu sampai 200 juta seperti dirut BPJS), tentu Angka 500 perhari atau 150 ribu per bulan itu enteng sekali. Ini rakyat penghasilannya kurang dari 3 juta Pak.
Seharusnya, Pemerintah kalau tidak bisa membantu meningkatkan penghasilan rakyat tidak boleh menambah beban rakyat. Kebijakan ekonomi yang ngawur ini, sudah membuat rakyat kehilangan banyak penghasilan, jangan ditambahi beban rakyat dengan kenaikan berbagai pungutan. Bisa anarkis nanti.
Kepada para pejabat, Lu lebih baik diam daripada ngomong nyakitin rakyat. Lu Kalo ngomong pake otak, jangan pake dengkul. (*)