DEMOKRASI.CO.ID - Kerelaan Partai Gerindra melepas kursi pimpinan MPR RI kepada politisi Golkar, Bambang Soesatyo tak serta-merta hanya dicerna sebagai sikap legowo partai pimpinan Prabowo Subianto itu.
Menurut Director Survei and Polling Indonesia (SPIN), ada grand desain di balik itu semua, yakni posisi menteri untuk kabinet pemerintahan Jokowi-Maruf.
"Posisi Ketua MPR RI yang seharusnya sebagai balancer pemerintahan sudah lepas. Maka potensi kader Gerindra masuk kabinet menjadi terbuka. Komunikasi dan kedekatan Megawati dan Prabowo pasca Pilpres 2019 pun bisa dijadikan landasannya," kata Igor kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (7/10).
Igor berpandangan, saat ini Presiden Joko Widodo sudah masuk dalam fase politik taktis yang lebih luas, yakni bukan sekadar membangun citra semata. Politik taktis saat ini, kata Igor, juga bukan lagi soal pro atau anti-Jokowi.
"Tetapi bagaimana pada masa lima tahun terakhir Jokowi sampai 2024 bisa diisi dengan progres pembangunan ekonomi bagi rakyat Indonesia yang juga sudah ditawarkan Prabowo Subianto untuk diadopsi pemerintah. Tentu Prabowo punya kader terbaik dari Gerindra jika di minta menjalankan program tersebut," sambungnya.
Hal itulah yang makin memperkuat masuknya sejumlah kader Gerindra ke lingkaran istana sebagai menteri Jokowi.
Belakangan, Gerindra dikabarkan mengincar tiga kursi menteri. Hal ini menyusul gagalnya politisi Gerindra, Ahmad Muzani menduduki kursi Ketua MPR RI.
Saat disinggung hal itu, Ketua DPP PDIP, Puan Maharani justru melempar bola kepada Presiden Jokowi.
"PDIP tidak bisa serta merta menyatakan setuju atau tidak setuju. Kita ada partai lain yang kemudian bersama-sama dengan Pak Jokowi. Jadi ini semua merupakan hak prerogatif Presiden, harus dibicarakan secara matang dan bersama-sama dengan semua partai yang mendukung Pak Presiden," jelas Puan. [rm]